Sunday, March 4

Dua Puluh Hari Mencari Asa Untuk Papua Barat #2

Intervensi di Kampung Friwen 

“Kampung Friweni tempat aku lahir
Di situ aku dibesarkan 
Pasir putih
Ujung ke ujung
Menghias kampung Friweni
Kan ku kenang slamanya
Dalam sanubariku
Friweni, kampungku yang slalu
Dalam hatiku
Ku kenang slama hidupku”

Agaknya menceritakan Friwen nggak bisa hanya dalam satu halaman blog aja. Bahkan draft tulisan ini ada 12 halaman sebenarnya dan bisa aja aku buat lebih. Meski aku hanya terhitung 5 hari singgah di Friwen, rasa-rasanya tiap detik berada di sana selalu punya cerita sendiri di hati, dan ya... nggak bisa aku ceritain semua 😜 

Semoga tulisan ini bisa menginspirasi kalian yang mau mengabdi untuk negeri. Buat kalian yang mau mengabdi tapi masih takut, buat kalian yang mau mengabdi tapi masih banyak mikir..... Sesungguhnya sekecil apapun kebaikan nggak pernah ada yang sia-sia. "Jangan berhenti berbuat baik"

***

Minggu, 21 Januari 2018
Setelah bermalam di Kapal Express yang ada AC-nya itu, haha. Alhamdulillah, akhirnya kami bisa berlayar menuju Waisai, sebuah kota di sebelah barat Pulau Weigeo, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Selama perjalanan, aku kurang excited dengan pemandangan di luar kapal dan lebih memilih untuk tidur. Padahal saat itu ada lumba-lumba dan ikan terbang yang menampakkan diri. 

Perjalanan dari Pelabuhan Rakyat Sorong hingga Waisai memakan waktu kira-kira satu setengah jam.

Sesampainya di Waisai dan menurunkan barang-barang, tim 2 bersiap untuk naik mobil kap terbuka. Waisai mungkin jadi tempat perpisahanku dengan beberapa teman tim 2 yang tidak ikut extend. See you soon, dude! Senang bisa berkenalan dengan kalian meski hanya 5 hari di kapal. Selamat mengabdi dan menebar inspirasi ya, semangat! 😊


***

Ada anggota baru tim 3 nih.
Asal: dari jauh. England.  

“Manatuh?
“Itu loh deket Pasar Minggu ke kanan dikit (?)”

Ya, selama di kapal Express ada beberapa delegasi yang ngobrol dengan seorang bule dari England. Bule dan 2 orang temannya nebeng sama kita sampai Friwen. Mereka namanya Adam, Jack, dan Jorsh. Buat yang mau kepo, tuh aku kasih link Facebook-nya sekalian (klik aja di nama mereka). Kalau kalian kurang demen sama produk lokal, barang ekspor ini cukup baik.

Untuk menuju Friwen kami dijemput mbak Acha, koordinator tim 3, bersama mama Lena dan si bapak pengemudi kapal. Aku tara ingat nama bapak e 

Foto bersama delegasi tim 2 yang ciwik-ciwik, mbak Acha, mama Lena, dan bapak
***

Jatuh cinta pada pandangan pertama.

Aku bukan seseorang yang menganut paham itu. Ya, tapi untuk konteks ini boleh toh aku pakai “Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama” sebagai definisi?

Friwen😍😍
Friwen jauh di luar ekspektasiku. Pemandangannya indah luar biasa. Pertama kali aku menginjakkan kaki di pantainya, “Masya Allah, lembut sekali pasirnya”. Sambutan meriah dari para warga membuat kedatangan kami menjadi sangat berkesan. Warga Friwen menyambut kami menggunakan gendang dan seruling, sambil menari-nari. Aku dan delegasi lainnya langsung membaur dan menari dengan adik-adik di sana. 

Muter-muter sama adik-adik
Pengiringan delegasi ke rumah istirahat
 
Selfieee πŸ“·

Kami kemudian menuju rumah tempat beristirahat. Ada 5 rumah yang kami pakai. Pertama, rumah Pak Kepala Desa untuk para fasilitator sekaligus tempat kami shalat (rumah ini selalu ditutup rapat agar tidak ada guk-guk yang masuk); kedua, rumah untuk istirahat delegasi perempuan; ketiga, rumah untuk istirahat delegasi laki-laki; keempat, rumah Kaka Insen tempat kami makan dan dimasakin sehari-hari, tempat berlangsungnya acara pembukaan dan penutupan, tempat cuci piring, tempat istirahat beberapa delegasi laki-laki, serta tempat joget-joget kasih slow (pokoknya hampir seluruh kegiatan pribadi kami berpusat di rumah kaka Insen); dan terakhir rumah besar yang kami pakai untuk persiapan kegiatan (briefing dan evaluasi) sekaligus tempat barang-barang donasi diletakkan, namun akhirnya rumah ini juga dipakai untuk tidur dan shalat para delegasi.

Rumah besar juga bersih dan bebas dari guk-guk. Jadi, selama di Friwen banyak sekali guk-guk yang berkeliaran, kami menyebutnya ‘karyawan’. Kenapa ya? Mungkin biar lebih sopan aja. Kalau bilang, “Ih, ANJING!”. Gitu kan kasar banget ya πŸ˜‚

Kata adik-adik di sana, guk-guk nya punya nama. Tapi aku nggak hafal sih, mereka pernah menyebutkan beberapa. Namanya keren-keren. Kalah namaku.

Di Friwen, mayoritas penduduknya beragama Kristen.  Ada satu keluarga muslim. Di sana terdapat 1 gereja serta 1 aula (katanya untuk beribadahnya warga lansia). Setiap pagi jam 7, suka terdengar bunyi lonceng dari gereja.

Di Friwen matahari terbit jam 7 pagi, makanya ayam berkokoknya juga telat. Semacam ayam kesiangan gitu. Terbenam mataharinya pun jam 7 malam, kalau jam setengah 6 tuh masih teraaang kayak jam 5 sore. Makanya habis evaluasi kadang nggak berasa udah tengah malam aja.

***

Kami disuguhi makan siang pertama dengan makanan khas Papua, Papeda. Lauknya ikan tenggiri kuah kuning dan ongseng sayur kangkung. Enakkk! Tapi aku kurang suka Papedanya. Kalau Papeda tanpa kuah kuning rasanya asam banget, kayak ketek. Untungnya waktu itu aku nggak ambil Papeda kebanyakan, jadi aku ambil Papeda sedikit lalu dicampur dengan nasi. Selama di Friwen hampir setiap hari selalu ada menu ikan yang ena-ena, betaaah bangeeet

Foto Papeda aku SS dari highlights Instagram Sihar.
Ini juga terbilang banyak banget sih buatku.
Aku nggak akan kuat. Ps: izin nyomot ya Sihar 😎
Setelah makan siang, kami mengawali kegiatan pertama yaitu briefing. Briefing ini dilakukan di rumah besar. Setelah briefing, kami diajak untuk jalan-jalan sore ke pantai Friwen, pantai Tauyado (aku baru tahu namanya setelah browsing dari Google, huehehe). Wah, ini seneng banget sih anak-anak. Anak-anak delegasi maksudnya. Kami semua nyebur ke laut, kecuali aku dan beberapa delegasi lain (cupu Arum). Malas ih pas awal itu, kan baru sampai ya. Jadi aku foto-fotoin delegasi yang sedang main ayunan sambil menikmati matahari terbenam.

Briefing pertama di rumah besar
Serius-serius amat deh
In Frame: Yuda Pranata. Emang bakat jadi anak mony**t ya Yud? 😜
Salah satu kerajinan ukir kayu karya warga Friwen yang
dipajang di Pantai Tauyado
Setelah mandi-mandi itu, aku dibilang cupu sama Elin dan adik-adik Friwen lainnya karena tidak ikut mandi-mandi, “Kaka tidak secupu itu adik” 😣

Pantai Tauyado, no filter
Foto bareng pertama tim 3 sebelum terpapar ‘hangat’-nya matahari Friwen
Lalu kami mandi di air tawar yang sesungguhnya. Karena aku tidak mandi pagi, jadilah aku mandi sore. Mandi pertamaku di Friwen. Airnya tidak payau, tapi sedikit keruh (menurutku). Jamban di sana sudah banyak. Mungkin ada program pemerintah untuk pembuatan jamban juga ya. Kamar mandi di luar rumah semua. Mau mandi, puppy, pipis semuanya di kamar mandi umum. Kamar mandinya juga banyak sarang laba-labanya, wkwkwk, kasih tau aja sih.

Kondisi tempat pembuangan sampah (1)
Kondisi tempat pembuangan sampah (2)
Kalau dibilang nyaman sih, menurutku masih jauh dari nyaman. Tapi di Friwen airnya nggak terlalu sulit. Sudekat sumbernya

Namun kami suka khawatir airnya habis. Khususnya saat menyuci pakaian. Makanya kami pakainya sedikit-sedikit. Tim 3 masih sangat bersyukur karena di Friwen ada air. 

Sewaktu mau pulang dari Friwen, aku baru lihat satu kamar mandi yang bagus dan cozy banget. Kurang tahu kamar mandi untuk apa. Pokoknya bersih deh, nggak ada sarang laba-labanya.

Mau wudhu harus nimba air di sumur dulu dengan wadah jeriken kecil. Jeriken kecil diusahakan bisa buat wudhu satu orang. Kalau ambil wudhu ketika jam shalat isya atau subuh gitu harus pakai senter, karena gelap. Pun kalau mau mandi atau pipis di malam hari. hehehe.

Nyuci baju juga di luar, ada spot khususnya lagi. Nimba airnya juga dari sumur.

Di Indonesia tuh kenapa ya? Listrik sulit bisa menyala 24 jam di pulau-pulau yang jauh dari perkotaan?! It’s not fair!

Malamnya dilaksanakan pembukaan acara sekaligus perkenalan delegasi. Ini bule-bule Rp. 0,-
***

Senin, 22 Januari 2018
Awalnya delegasi menyebut Friwen dengan Desa Friwen, namun ternyata warga lokal lebih familiar dengan Kampung Friwen.

Kampung ini terletak di sebuah pulau kecil (bahkan kalau di maps nggak keliatan), dekat pulau Waigeo bagian selatan, sekitar 15-30 menit dari Waisai naik kapal rakyat (yang pakai mesin, bukan dayung sampan). Di sana terdapat 2 pelabuhan untuk kapal berlabuh. Pertama, pelabuhan utama tempat kapalku kemarin singgah for the first time dan kedua di pantai Tauyado.

Friwen memiliki 2 buah homestay, Famangkor dan satu lagi, nggak tau, hehe. Aku belum sempat mampir sih ke sana. Temen-temen divisi Ekonomi yang pertama kali tahu. Aku cek harga homestay Famangkor di Traveloka sekitar 800ribu. Di homestay ini katanya sih bisa dapet jaringan 4G! Widih.

Oh ya, di Friwen sebenarnya jaringan internetnya sulit, kecuali di homestay itu. Aku semenjak dari kapal pelni sampai Friwen jarang banget pegang hape. Karena percuma aja, di kapal bisa dapat jaringan internet waktu transit aja, selama terombang-ambing udah nggak dapet.

Meski di Friwen ada jaringan inernet, tapi lemot, EDGE! Mau buat apa coba? Loading aja nggak jalan-jalan. Paling aku pakai hp kalau mau kasih kabar ke ibu (telepon/sms).

Pulau Friwen versi zoom in - zoom in - zoom in dari Google Maps
Saat aku dan teman-teman delegasi datang, kami mendapat kabar bahwa 2 guru di sana tidak kembali dari kampungnya sejak lebaran. Kegiatan belajar-mengajar pun terhenti. Berita yang aku dapat agak simpang siur, namun intinya belum ada guru yang mengajar lagi. Padahal di web Kemendikti terdapat 5 orang guru di Friwen❔

Di kampung tersebut hanya terdapat Sekolah Dasar. Namanya SD Negeri 4 Friwen. Padahal SD-nya cuma ada satu, kenapa gitu ya namanya 4? KENAPAA?? Apakah yang lain ghaib? Apakah wujudnya tak kasat mata? Abaikan.

Beberapa adik-adik di Friwen tidak memiliki seragam atau sepatu. Waktu itu Reri sempat mengajak salah seorang adik Friwen, "adik, ayo adik kita ke sekolah". Lalu si adik menggeleng. Kemudian ku tanya, "kenapa adik tara mau ke sekolah?", ia lalu mengatakan kalau tidak punya seragam, makanya ngga mau datang 😒
Jadi ya kemudian Reri dan aku berinisiatif memboyong si adik ke SD.

Foto adik-adik SDN 4 Friwen yang ingin pergi ke sekolah (diambil di depan Pustu)
Suasana di dalam kelas SD Negeri 4 Friwen
Adik-adik di Friwen yang ingin melanjutkan SMP atau SMA harus rela pergi ke pulau seberang. Berdasarkan penuturan salah seorang  anak di Friwen yang sedang melanjutkan pendidikan SMA-nya di Waisai, Diana, terdapat fasilitas asrama siswa di SMA tersebut.

Aku sangat berharap pemerintah dapat memperbaiki fasilitas dan akses pendidikan untuk adik-adik di Friwen kedepannya. Karena dorang pu cita-cita bagus e. Ada yang ingin jadi dokter, perawat, polwan, dan lain sebagainya. Mereka juga semangat-semangat sekali. Semoga tercapai semua keinginan mereka dan bisa membangun Friwen, aamiinnn..

***

Aku mengikuti program yang diadakan oleh Youcan (Youth Center to Act for Nations), sebuah NGO yang concern dalam pemberdayaan pemuda Indonesia dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran di kalangan pemuda akan pentingnya partisipasi mereka dalam kemajuan bangsa. Selain program pengabdian sosial, banyak program lain yang diadakan oleh Youcan. Salah satunya program exchange ke beberapa negara. Nah, program Youcan yang aku ikuti ini namanya Youcan Empower. Ada total 102 delegasi yang dibagi menjadi 3 desa. Aku ditempatkan di tim 3 bersama 33 delegasi lainnya.

Program ini self-funded, artinya para delegasi harus mencari dana sendiri-sendiri. Aku bertemu dengan banyak pemuda hebat dari beragam daerah di Indonesia, ada yang dari Pontianak, Samarinda, Palembang, Bali, dan masih banyak lagi. Backgroundnya pun beragam ada yang dosen, dokter, mahasiswa, duta, bahkan ada yang masih SMA. Beberapa delegasi bahkan dapat sponsor dari pemerintah daerah, kampusnya, ataupun yayasan beasiswa yang menaungnya. Makanya aku katakan kalau delegasi Youcan Empower untuk Raja Ampat ini ajaib isinya.

Setiap desa dibagi menjadi beberapa aspek divisi yaitu Divisi Lingkungan, Divisi Pendidikan, Divisi Kesehatan, dan Divisi Ekonomi. Setiap desa juga memiliki program yang bermacam-macam. Program yang diadakan seluruhnya pure ide dari para delegasi. Kami yang merencakan dan menjalankan program-programnya. 

***

Tanggal  22 Januari merupakan hari pertama kami melaksanakan kegiatan masing-masing divisi. Akibat terlambatnya keberangkatan KM Ciremai, kami akhirnya harus memadatkan jadwal pengabdian. Aku paparkan beberapa kegiatan yang aku ingat ya.

Jadwal pagi pada hari senin itu adalah upacara bendera dari Divisi Pendidikan tapi aku tidak ikut karena sedang menyiapkan susu dan gelas untuk dibagikan ke adik-adik Friwen.

Upacara Hari Senin
Setelah menyiapkan susu dan biskuit merek biskuat yang akan diberikan pada adik-adik Friwen, aku dan beberapa delegasi pergi ke SD. Kegiatan ini salah satu program dari divisi kesehatan yang juga merupakan masukan dari fasilitator tim 3, bang Putra.

Minum cucu dulu kaka
Nggak perlu dijelasin lagi kan gimana bahagianya aku di Friwen?
Lepas banget gitu ketawanya
Kemudian setelah nyuapin susu dan biskuat, aku mampir ke programnya Riza dan Bang Usep. Pada program ini Riza dan Bang Usep memberikan materi mengenai P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) yang simple tapi insya Allah materinya juga mudah ditangkap oleh anak-anak SMP-SMA. Di program ini juga sedikit membahas tentang pentingnya mengontrol berat dan tinggi badan, serta ada pemeriksaan tinggi dan berat badan juga. Selain itu adik-adik juga dijelaskan pentingnya melihat tanggal kadaluarsa pada makanan kemasan.

Btw, sebenernya Usep ini umurnya lebih muda daripada aku. Tapi aku prefer gitu manggil dia bang, karena aku liatnya dia lebih tua dari aku, haha ✌

In Frame: Elin dan Septini sedang simulasi penjelasan dari kakak-kakaknya
 Kekonyolan adik-adik saat simulasi P3K

Aku bersama Divisi Kesehatan dan adik-adik (minus mbak Okky dan Reri) πŸ’‹πŸ’‹

Nah, program divisi kesehatan dan divisi pendidikan pada pagi itu berjalan beriringan. Namun divisi pendidikan sasarannya pada anak-anak yang cimit-cimit.

yang ini Divisi Kesehatan minus Uswah
***
Kegiatan pada pagi hari selesai sebelum shalat Zuhur. Kemudian aku dan tim kesehatan lainnya (Reri – Koordinator Divisi Kesehatan, Yuda, Uswah, Riza, Bang Usep, mbak Okky) ngobrol sama mama bidan Agustina di Pustu. Kami menyampaikan program yang rencananya akan dilaksanakan esok hari. Beliau setuju dan mengapresiasi dengan baik program yang akan kami laksanakan.

Berdasarkan penjelasan dari Bidan Agustina, di Friwen terdapat satu Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan tenaga bidan dan perawat. Di Friwen saat ini belum ada tenaga dokter. Aku sangat berharap ada adik-adik Friwen yang bisa jadi dokter nantinya, aamiin. Program yang berhubungan dengan ibu hamil, melahirkan, dan menyusui menurutku berjalan baik. Penilaianku saja sih, karena aku melihat beberapa sampah biskuit untuk ibu hamil dan biskuit MPASI di tempat pembuangan sampah.

Pada perbincangan singkat tersebut, bidan Agustina juga menyampaikan sedikit keluh kesahnya mengenai banyaknya warga yang mengeluh pegal-pegal. Mamah bidan sedikit khawatir warga mengalami asam urat, sedangkan strip untuk skrining asam urat sudah habis. Huu, sayang sekali, tadinya divisi kesehatan mau mengadakan cek kolesterol, asam urat, dan gula darah gratis. Namun tidak jadi, berhubung SDM-nya kurang dan anak-anak Divisi Kesehatan yang mayoritas bukan dari rumpun kesehatan.
Alat skrining milik mamah bidan Agustina
Hal yang cukup aku sayangkan dari kegiatan ini adalah, delegasi tidak tahu banyak mengenai realitas keadaan di sana sebelum berangkat. Karena untuk intervensi kesehatan khususnya, penting melakukan survei dan assesment beberapa kali. Supaya program yang diberikan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan warga saat itu. Meski ada salah satu fasilitator yang pernah mengikuti KKN di Friwen, tetap saja namanya masalah dulu dan sekarang belum tentu sama.

Alhasil aku hanya mengira-ngira berdasarkan survei masalah kesehatan di Papua Barat. Usulku kemarin senam sehat (bantu suksesin GERMAS nya Kemenkes), penyuluhan tentang gizi seimbang, dan antropometri (IMT, RLPP, Tekanan Darah). Tapi bersyukurnya program-program Divisi Kesehatan yang berjalan cukup tepat sasaran sih. Aku kan berinisiatif untuk ukur RLPP, ternyata di sana banyak sekali mamah-papah yang obesitas sentral (buncit perutnya), jadi sehabis penyuluhan kami sarankan untuk ikut senam sore harinya deeeh, hahaha pas banget kaaan....

Nah, terus adalagi nih cerita. Di sana ternyata ada infeksi mata yang menyerang beberapa anak dan orang dewasa (orangtua dari si anak yang kena infeksi). Makanya yang aku katakan tadi, perlunya survei sebelum intervensi kesehatan kalau-kalau ada kejadian seperti ini. Mama bidan Agustina mengatakan kalau stok obat tetes mata juga sudah kosong sejak beberapa bulan ini. Sehingga masih belum ada penanganan dari pihak Pustu, bahkan Puskesmas pusat.

Bisa gitu ya❓Ini masalah banget sih, obat bisa sampai death stock gitu. Dinkes Raja Ampat ada problem

Mungkin kalau Divisi Kesehatan udah tahu keadaan ini sebelum  berangkat, kami bisa membelikannya to? Aku sedih sebenarnya, sungguh 😒

Kondisi mata bayi yang terkena infeksi mata. Kayak belekan biasa tapi
serem kalau dibiarkan dalam jangka waktu yang lama
😫



***

Bahas tentang mata, jadi mau cerita hal unik dari adik-adik di Friwen. Jadi mereka hampir semua punya bulu mata yang lentik-lentik bangeet. Ngiri deh. Nggak laki nggak perempuannya, semuanya samaaa, bagusss. Macem bulu mata extension gicu.


Setelah dari mamah bidan, kami makan siang dan pesta makan kelapa muda gratis! Diambilin kaka Karel. Dan... Yuda juga. Nggak nyangka ada delegasi yang bisa manjat sih. Berbakat banget ini bocah. 

Hahahaha, sa suka kelapa muda gratis🌴


Yuda manjat kelapa
Kaka karel bukain kelapa muda
Pesta minum-minum air kelapa

Nah, H-1 intervensi, aku sama Fida sempat khawatir bahasa kami nantinya sulit dimengerti sama mamah-mamah. Jadi kami latihan penyuluhan dulu supaya lancar. Saat aku dan Fida latihan, kami dan beberapa delegasi lainnya sempat berbincang-bincang cantik.

<3 span="">
Latian penyuluhan sama Fida di rumah besar
Setelah free time (yang cuma sebentar), aku membantu teman-teman Divisi Lingkungan mereparasi rumah baca. Buku-buku di rumah baca dibawa oleh teman-teman UGM yang pernah menjalani KKN di Friwen. Sayangnya kondisinya sudah kurang baik.

Oleh karena itu, teman-teman divisi lingkungan berinisiatif mereparasi dan merapihkan buku-buku di rumah baca. Saat itu momen yang terekam diingatanku adalah membantu Wendy memilah buku berdasarkan ukuran dan membuang buku-buku yang sudah rusak. Minta kuas buat ngecat tembok biru rumah baca ke Nofi tapi nggak dikasih hahaha, rebutan kuas sama Yudha, dan foto-fotoin anak-anak Divisi Lingkungan. 

Hasil kerja Divisi Kesehatan
Kerjaan Divisi Lingkungan
Pilih-pilih buku bareng Wendy
Nah, karena aku bosan celingukan aja waktu sama anak lingkungan, aku move ngeliatin program menggapai cita-citanya teman-teman Divisi Pendidikan. Seru banget! Aku yakin banget di hari itu teman-teman Divisi Pendidikan pasti capeknya nampol. Dari pagi sampai sore boo’ programnya, teriak-teriak gitu, giling. Sughoiii!!!

 
Sa ingin jadi dokter
The best banget lah Divisi Pendidikan πŸ’ͺ
Di situ aku ketemu sama Grece, salah satu anak cimit dengan pipi gembil yang narsis. Aku gemas sama dia, minta digigit banget. Lalu aku iseng nyuruh dia gaya, karena aku mau foto dia. Lalu dia foto manyun gitu, lalu dia minta liat fotonya, dan pencet-pencet tombol next kamera dslr. Tahu loh dia tombol next-nya di mana. Canggih memang kids Papua zaman now. Selang beberapa lama si Grece minta foto lagi, terus minta liat fotonya, minta foto, liat lagi. Narsis bener ni bocah. Kayaknya gara-gara aku si Grece jadi nggak merhatiin kaka-kakanya, huehe✌✌
Foto-foto Grace
Setelah itu Divisi Ekonomi menjelaskan pentingnya menabung sejak dini yang diisi sama si Sarah. Sorenya aku ditinggal ke pantai sama Riza dan Fida. Jahattt 😟 wkwk

Sarah kepanasan
Divisi Ekonomi bersama adik-adik FriwenπŸ’•
Malemnya? Para delegasi evaluasi kegiatan hari pertama sekaligus persiapan untuk besok. Setiap briefing dan evaluasi malam bawaannya ngantuuk terus.

Selasa, 23 Januari 2018

“Aku ingin sekali bercerita tentang keindahan Papua, tetapi yang aku tahu hanya Raja Ampat. Aku ingin menceritakan suku-suku di Papua, tetapi yang aku tahu hanya suku Asmat”

Setelah masuk FKM, aku pernah mengatakan ke salah seorang temanku, “Kalau udah lulus aku mau ke Papua”. Statement yang lebih kayak banyolah garing komedian yang gagal ngelawak. Terkadang aku suka mikir jadi orang yang munafik banget. Tapi kenyataannya aku emang lebih merasa bahagia ketika dibutuhkan oleh orang lain, makin bahagia lagi kalau orang lain itu juga bahagia πŸ˜‡

Kenapa Papua?
Papua itu menurutku sangat mendefinisikan Indonesia Timur. Bicara tentang Papua, terkadang seperti bukan bicara tentang wilayah Indonesia. Terdengar seperti jauuuh bangeeeet......

Pemerataan pembangunan manusia di Indonesia Timur khususnya Papua masih kurang (menurutku). Saat ini pemerintah masih lebih fokus untuk menangani masalah infrastrukturnya. Namun, jika kita hanya menunggu pemerintah yang bergerak, kapan masalah di Indonesia dapat teratasi? Ini juga PR para pemuda toh untuk sama-sama membangun Indonesia? Meski hal-hal kecil yang baru bisa aku lakukan, tapi at least aku sudah memberikan kontribusi nyataku untuk Papua.

Di Friwen khususnya, mayoritas warganya masih lulusan sekolah dasar. Paling tinggi lulusan diploma tiga, itupun bisa dihitung jari.

Aku sungguh sama sekali nggak punya niatan untuk liburan ke Raja Ampat. Hanya karena kesempatanku yaaa ke sini dulu sudah. Belum bisa ke Asmat, atau ke suku lain di pedalaman Papua. Dompetku belum cukup. Kalau udah bisa, aku pasti ke sana, insya Allah.

Banyak sekali hal yang aku korbankan untuk kegiatan ini. Kalau kalian mikir aku cuma mau jalan-jalan, kayaknya Karimunjawa lebih deket daripada Raja Ampat. Bagus juga bawah lautnya.

Buat apa ya aku mau terombang-ambing selama berhari-hari dan buang-buang waktu untuk bisa ikut kegiatan kayak gini? Buat apa aku muter-muter bolak-balik cari sponsor, dan kebanyakan juga hasilnya nihil? (kalau yang ini akunya kurang getol). Bahkan sasaran kegiatannya pun di desa orang men! Mana aku punya darah keluarga dari Papua?

Aku udah lama ingin sekali melihat keadaan Papua. Alhamdulillah 2018 bisa ke Raja Ampat.
Raja Ampat adalah salah satu surga dunia yang ada di Indonesia. Tetapi penduduknya tidak merasa seperti berada di surga.

Ucapan ulang tahun dari kawan-kawan tahun 2017
***
Di hari kedua program, aku, Fida, dan Yuda melaksanakan program kami. Medical Check Up (cek tekanan darah serta skrining obesitas dengan antropometri IMT dan RLPP) dan penyuluhan untuk mamah-mamah dan papah-papah Friwen, penyuluhan pedoman gizi seimbang serta PHBS khusus untuk mamah-mamahnya, dan sorenya ada senam sehat.

Saat MCU mamah bidan Agustina sangat membantu kami mengkoordinasi para warga untuk berkumpul di Pustu. Sayangnya dari kurang lebih 148 penduduk, yang hadir hanya 36 orang, namun menurutku itu sudah SANGAT BANYAK. 

Suasana depan Pustu
"Bapak punya perut besar"
Anak-anak Divisi Kesehatan sedikit, membuat kami cukup merasa kelabakan saat itu. Kasih penyuluhan ke 36 orang satu per satu ternyata lumayan juga loh, lumayan seretnya. hehehe
Setelah MCU, lanjut ke penyuluhan tentang Pedoman Gizi Seimbang dan PHBS. Lucu tanggepannya mamak-mamaknya waktu kami jelaskan mengenai porsi makanan sehari dalam satu piring. Fida ini maba UNAIR jurusan gizi loh, belum banyak mengenyam pahitnya kehidupan mahasiswa Gizi, wkwk. Tapi at least dia udah punya pengalaman intervensi gizi. Mantap FidaπŸ’œ

Sehabis penyuluhan tentang pedoman gizi seimbang dan PHBS


Divisi Kesehatan x Divisi Ekonomi πŸ˜€
Bersama maba-maba kebanggaanku πŸ’•

Sebenarnya kami juga menjelaskan tentang cara pengobatan infeksi mata secara herbal. Meski sudah disetujui mamah bidan Agustina, secara pribadi aku dan Fida ragu untuk melakukan. Di samping belum ada bukti konkret, kami ngeri mak salah-salah malah makin parah.

Resep obatnya itu dari si bule England. So, kami hanya memberikan informasi sederhana saja kepada mamak-mamak di sana.

PHBS untuk adik-adik oleh Uswah
(cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar)
Di air mengalir dibilas hingga bersih~ Jadi kangen Karang Mulya yayaya
Gosok gigi duyuu, biar kita pu gigi sehat
Take three for osyen = take three for the sea
(kampanye anak Divisi Lingkungan)
Ambilin sampah plastik bareng 2F (Fito dan Fida)
Banyak looh sampai trash bag-nya diseret-seret
Senam dulu 2 ronde πŸ’ͺπŸ˜†
Di hari ini akhirnya aku merasakan mandi-mandi di pantai, seneng bangett. Udah lepasss bangeet.


***

Malam harinya sebelum makan malam, diadakan penutupan kegiatan bersama stakeholders di rumah kaka Insen. Alhamdulillah kegiatan-kegiatan kami have done dengan cukup baik, intervensi Divisi Kesehatan juga selesai dan mamah-mamah, bapak-bapak, serta adik-adiknya cukup kooperatif mengikuti kegiatan. Sedih juga malam itu ku rasa.

Nah, terus ada cerita konyol juga nih. Jadi sesaat sebelum kami disuruh briefing, tiba-tiba ada yang memanggil Divisi Kesehatan untuk datang ke rumah salah seorang warga. Ada anak yang sesak napas! Septini rupanya. Sebenarnya si anak sudah diberi obat dari Puskesmas setempat 2 atau 3 hari yang lalu, namun si mamah cerita kalau Septini tidak kunjung membaik. Bingung juga sih. Ngapain kita yang dipanggil? Aku khawatirnya sih minum obatnya yang kurang teratur atau makannya nggak bener.

Untung Reri jago ngeles. Sampai akhirnya si mamah panggil kami bu suster dan Yuda dipanggil mantri. Jadi merasa join lawak-lawak club, wkwkwk.

Aku di sini jadi berpikir, apa segitu nggak percayanya orang sini sama tenaga kesehatan di wilayah mereka sendiri? Kok ya malah manggil kami bukan mamah bidan.


Bersama Septini. Seleb Friwen, mak. Pernah masuk Net tipi
Setelah evaluasi yang terasa capeeeek banget, lalu tim ekonomi menawarkan beberapa kerajinan tangan (gelang, kalung gigi ombak, dll) hasil buatan salah seorang mamah di sana. 

Mamah yang bisa bikin gelang dan kalung gigi ombak
Lalu untuk menghabiskan malam-malam terakhir bersama beberapa delegasi, kami membuka forum kecil-kecilan (Aku, Bang Usep, Riza, Yuda, Wendy, dan Fito). Cerita macam-macam, ketawa-ketawa, cemilin Energen, hahaha. Jadi rindu euy.

Fasil bersama stakeholder
Suasana depan rumah kaka Insen
Penyerahan barang donasi divisi kesehatan secara simbolis
Divisi lingkungan memberikan topi
kepada para Friwen Rangers

Di depan rumah kaka Insen beberapa pemuda Friwen ternyata mengadakan joget-joget asik gitu. Lagunya goyang enak dan kasih slow, (goyang-able) banget memang............sampai pagi. Ada beberapa delegasi yang sempat icip alkohol Friwen juga sih, hemm....... ~

Dengan waktu yang sangat padat, menurutku seluruh divisi bisa menjalankan programnya masing-masing dengan baik. Setiap delegasi berusaha totalitas untuk kerja bareng versi mereka masing-masing.



Kasih slow tempooo 🎡🎡
 

Rabu, 24 Januari 2018
“Aku nggak mau pisah! Sungguh.

Kamu percaya takdir?
Aku sadar di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Tuhan pasti sudah merencanakan sesuatu pada setiap pertemuan dan perpisahan. Aku kembali belajar banyak hal.
Aku benar merasakan ketulusan dari setiap delegasi. Betapa akhirnya aku bertemu teman-teman yang punya minat yang sama. Betapa akhirnya aku menemukan orang-orang yang juga sadar kalau Indonesia Timur memiliki segudang masalah yang harus diselesaikan.
Aku berharap masih banyak pemuda-pemuda seperti mereka. Terima kasih Tuhan, aku senang sekali bisa bertemu dan berkenalan dengan mereka.

***
Pagi hari sebelum teman-teman pulang, aku mengantarkan Sarah pergi ke Mamah yang jual kerajinan khas Friwen. Sarah mau mengambil pesanan teman-teman. Ada kerajinan yang khas dari Friwen, namanya gigi ombak. Jadi sebenarnya gigi ombak itu jenis terumbu karang yang dilindungi. Haha. Harusnya tidak dijual. Tapi kan kami mau bantu perekonomian warga Friwen toh? Ah, alibi kalian. Hahaha~ Ada juga gelang dari akar bahar, teman-teman divisi ekonomi sempat diajari cara membuat gelang dari akar bahar menggunakan minyak kelapa, aku baru tahu ada yang jual akar bahar waktu di hari terakhir. Aku bete.
Akar bahar itu tanaman yang habitatnya ada di laut, juga dilindungi sebenarnya πŸ˜‚

Proses pembakaran akar bahar
Gelang akar bahar
Sarah terakhir itu bilang, “Kalau aku nggak maksa kamu kayak gini, kita jarang-jarang bisa pergi bareng di sini” Ciaaa.

Iya memang betul, jadwal masing-masing divisi padaaat sekali. Setiap divisi sibuk melaksanakan programnya masing-masing. Sehingga waktu kami bersama (antar lintas divisi) agak sedikit (aku merasanya begitu).

***

Waktu di kapal aku pernah mikir gini, “Kenapa sih aku di tim 3? Kenapa nggak di tim 2 aja? atau di tim 1 gitu? Kenapa harus di tim 3?”

Sebelum berangkat ke Surabaya, hal yang paling aku takutkan adalah "temen-temennya gimana ya?"

Khawatir nggak cocok. Keselnya jadi anak introvert tuh, kebanyakan diem, kadang suka merasa sulit beradaptasi. Aku kalau sudah nggak nyaman sama sesuatu, udah pasti menjauh, perlahan-lahan. Tapi selama di kapal aku merasa enjoy sama delegasi-delegasinya.

Suka bersyukur aja dalam hati. Tambah bersyukur setelah kenal sama anak-anak tim 3 dan warloknya. Dats wuld be so emejing. Aku liat gimana anak-anak tim 3 berusaha berkomunikasi sama warlok, main sama adik-adik di sana biar selalu hepi, dan gimana mereka saling bantu antar tim.

"Takdir memang tidak pernah salah".

Baru kali ini aku merasa berat meninggalkan teman-teman yang baru ku kenal. Mungkin I felt so touched because of them, jadi waktu mereka pergi aku nangis. Baru sebentar kenal, rasanya kayak udah lama banget. Makan, tidur, susah, senang, perjuangan Surabaya ke Sorong naik kapal bareng-bareng 24 jam full.

Rasanya baru aja kenal dekat dengan mereka, eh... lalu mereka pergi. Itu rasanya kayak lagi sayang-sayangnya sama pasangan, terus diputusin. Sakit sih, tapi nggak berdarah.

Maka dari itu aku sadar, kebersamaan yang pernah kami lalui bersama itu sangat berharga. 

Foto bareng setelah terpapar 'hangat'-nya matahari Friwen. Ini udah diterangin, aslinya gelap banget
Sayang sama mereka
Terima kasih ya partner-partner kesombongan yang mendarah dagingku [tepuk salut] πŸ‘πŸ‘

Semoga di lain kesempatan bisa bertemu lagi. Di Friwen.... Aamiin. Gonna miss you all 😚

#timmelankolis #timakukansempurna

Tribute to Mbak Okky (Korum Tim 3), Sarah, Riza, Fida, Yuda, Uswah, Reri, Bang Usep, Rizal, Rijal, Lolita, Wendy, Vicky, Risty, Eko Fajar, Danu, Sihar, Radit, Kiko, Suki, Dina, Nofi, Alim, Mba Tantri, Yuni, Adin (yang ternyata cowok), Shinta, Yuli, Bang Riski, Yunus, Ridwan, Reno

Wa bil khusus rasa terima kasih juga yang sebesar-besarnya untuk para fasilitator dari Youcan Mbak Acha, Bang Putra, dan Bang Luqman; serta tak lupa untuk bapaknya Youcan, Mas Sandhi dan juga pak Wawan.
πŸ’˜πŸ’˜πŸ’˜

Sa cinta Friwen


Best Regards,

5 comments:

  1. klo baca blog ini dan perjuangannya, gw ngerasa KKN gw di bali kaya ga ada apa apa nya. lo uda keren bgt rum (menurut gw). semoga lo bisa balik lg ke papua dan bantu orang lokal disana. gw juga pengen bisa ngelakuin seperti yg lu buat di papua :) semangat terus dan sukses selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Tito temen SD! KKN itu lama loh to, masa sih lo bilang nggak ada apa-apanya? Tito juga keren!!! Aamiin... sukses terus jugaa ya :)

      Delete
  2. Emeijingg pisan euy!!
    Duhh jadi rindu Friwen :')))
    Kapan ya ke sana lagi? :(
    Sebentar bgt btw kita di sana yaa.. Hiks.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duh si teteh makasi udah kasih komentar.. Nanti bulan madu ke sana lagi hahaha πŸ’˜

      Delete
  3. Andai boleh berandai andai, kita lebih lama di sana.. Akan lebih bnyak lagi yg bisa kita kasih ke mereka. Masih terus merindukan friwen dan terutama kalian semua tim kuh..

    ReplyDelete

KAGET DIDIAGNOSIS POSITIF COVID-19! TERPAKSA ISOLASI DI KOTA ORANG (AKU SANGAT MANDIRI)

Hai, ini tulisan pertamaku di tahun 2021. Terlalu banyak yang terjadi di tahun 2020, setengah tahunnya kurang bersemangat buat aku ceritakan...

Mario Walking Mario Walking Heart Chat Bubble Mario Walking