Perjalanan Menuju Sorong, Papua Barat
“Mungkin langit menyimpan sebuah catatan perjalanan yang berawal dalam hati. Dari rindu, kepada rindu” – Agustin Oendari
Pukul 00.30 WIB “Mungkin langit menyimpan sebuah catatan perjalanan yang berawal dalam hati. Dari rindu, kepada rindu” – Agustin Oendari
16
Januari 2018
“Duh gawat, pesawat besok flight jam 10, tapi jam segini aku belum selesai packing baju. Mati lah!
Aku terus menerus memaki diri
sendiri saat memilih baju yang mau aku bawa. Siang tadi aku pergi ke costumer
service Bank BNI dari jam 12 siang dan aku baru dilayani jam 3 sore. Aku juga
harus menyiapkan materi intervensi yang akan aku pakai untuk program. Ditambah
teman-teman kuliahku yang mengajak makan sushi, ajakan yang sulit ku tolak.
Hingga pukul 10 malam, setelah ngobrol ngalor-ngidul dan kurang berfaedah,
akhirnya aku pulang. Ya, setidaknya mereka bisa membuatku tenang untuk
sementara waktu. Setelah seminggu sebelumnya aku mengikuti kegiatan Peduli Desa
FKM UI di Dusun Karang Mulya, Desa Segarjaya, Karawang, Jawa Barat. Aku memiliki
1 hari untuk istirahat. Kemudian harus kembali meninggalkan rumah.
“Nih rum tissue basah Sushi Tei buat lo besok ke Papua, ambil aja yang banyak siapa tau butuh, hahaha,” kata salah seorang temanku seusai kami makan.
***
Pagi hari jantungku sedikit berdebar. Banyak hal yang aku khawatirkan.
Akibat packing kepagian, aku telat check-in dan harus membayar tambahan biaya untuk re-schedule, hahahaha. Hampir mau mundur waktu itu, namun pada akhirnya jam 1 siang aku pergi menuju Surabayaπ
Sampai di Surabaya aku mencoba untuk stay calm. “Kalem rum, kalem”.
Aku sedikit panik melihat porter
bandara Juanda, takut kalau-kalau dicopet karena pergi sendirian. Aku berusaha
untuk tidak terlihat bingung. Aku pun berusaha mengirimkan pesan whatsapp ke
salah seorang teman, Ridwan, yang sudah lebih dulu sampai ke Surabaya bersama
rombongan Jabodetabek lainnya. Sayangnya chat terakhirku tidak dibalas oleh Ridwan. Parah diaπ‘
Aku mencoba untuk bertanya pada CS bandara, dan akhirnya berhasil naik Damri menuju pelabuhan Tanjung Perak. Tanpa aku sadari kalau mas-mas di sampingku juga akan pergi ke pelabuhan Tanjung Perak. Aku duduk di bangku belakang bus, dan si mas-mas duduk di seberang bangkuku. Aku lupa bus Damri itu berhenti di terminal apa. Yang jelas waktu itu aku kebingungan, “Ini kan belum di pelabuhan, kok udah berhenti ya?”. Lalu tiba-tiba ada mas-mas yang bertanya kepadaku.
Aku mencoba untuk bertanya pada CS bandara, dan akhirnya berhasil naik Damri menuju pelabuhan Tanjung Perak. Tanpa aku sadari kalau mas-mas di sampingku juga akan pergi ke pelabuhan Tanjung Perak. Aku duduk di bangku belakang bus, dan si mas-mas duduk di seberang bangkuku. Aku lupa bus Damri itu berhenti di terminal apa. Yang jelas waktu itu aku kebingungan, “Ini kan belum di pelabuhan, kok udah berhenti ya?”. Lalu tiba-tiba ada mas-mas yang bertanya kepadaku.
“Mbak,
mau ke pelabuhan Tanjung Perak juga?”,
si mas-mas memulai percakapan.
“Eh
iya, tapi kok berhenti di sini ya?”, jawabku masih bingung.
“Hem,
mbaknya dari Youcan bukan?”
“Eh?
Iya bener, loh masnya juga? Dari mana mas? Jakarta? Kok saya baru tau ya kalau
ada anak Jakarta jam 1 siang. Masnya naik Sriwijaya juga?”, kebiasaan banget ngasih pertanyaan berantai kayak
gitu.
“Iya
saya dari Jakarta tadi naik Sriwijaya, siapa namanya mbak?”
“Arum,
masnya?”
“Dhani.
Yauda yuk turun aja”
Alhamdulillah....dapat teman bareng ke Tanjung Perak!!!!! Lalu kami sampai ke North Quay-Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya menggunakan Damri lanjutan.
Ruang tunggu Pelabuhan Tanjung Perak bagus euy, rapih, dan ada arsinum juga. Tapi airnya kurang tau dari mana. Hehehe. Posisi arsinum di dekat WC, airnya berasa kurang enak, sami mawon kayak di FKM. Tapi lumayanlah buat irit pengeluaran.
Alhamdulillah....dapat teman bareng ke Tanjung Perak!!!!! Lalu kami sampai ke North Quay-Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya menggunakan Damri lanjutan.
Ruang tunggu Pelabuhan Tanjung Perak bagus euy, rapih, dan ada arsinum juga. Tapi airnya kurang tau dari mana. Hehehe. Posisi arsinum di dekat WC, airnya berasa kurang enak, sami mawon kayak di FKM. Tapi lumayanlah buat irit pengeluaran.
Ruang tunggu. Sumber: si embah |
Di pelabuhan aku dan kak Dhani berpisah dan mulai berkenalan dengan teman-teman lainnya yang sudah lebih dulu sampai. Selain itu, aku dan kak Dhani juga beda tim. Kak Dhani adalah anak Youcan pertama yang aku kenal, sekaligus malaikat penolong karena selain menemaniku dari bandara Juanda ke Pelabuhan Tanjung Perak, beliau juga membawakan 1 tentengan milikku. Terima kasih banyak kak Dhani. FYI, ketika berangkat program aku membawa 4 tas. Satu tas tentengan berisi baju (aku bawa baju nggak terlalu banyak), satu tas tentengan lainnya berisi kebutuhan program serta barang donasi, tas ransel, dan tas kamera. Selama aku ikut kegiatan sosial, aku anti koper-koper club. Mungkin juga karena aku kebiasaan work camp. Tapi sayangnya aku nggak punya carrier, jadilah pakai tas seadanya. Minus mataku kan tinggi juga (5.75), dokter menyarankan aku untuk tidak bawa barang lebih dari 5 kg, takut nanti minusnya nambah.
***
Malamnya, saat aku sedang duduk sendirian. Salah seorang teman yang sama-sama di divisi kesehatan memanggilku, “Kak Arum ya?”. Ternyata namanya Riza, salah satu delegasi yang berasal dari Palembang, yang pada akhirnya membuatku nempel terus dengan delegasi Palembang lainnya.
Mbak Okky (Korum Tim 3) mengajak kami untuk pergi mencari makan di luar setelah banyak yang mengaku lapar. Aku bersama tim 3 lainnya berjalan bersama menuju PKL di pinggir jalan pelabuhan. Aku masih ingat betapa asingnya wajah-wajah itu.
Lolita yang saat itu berjalan di sampingku, mulai ku ajak bicara. Berkenalan layaknya teman baru. Aku tanya asal, universitas, dan jurusannya. Ya, semacam pertanyaan basa-basi. Darinya aku tahu kalau di Indonesia ada universitas dengan sistem pesantren, haha.
Awalnya aku sama sekali tidak memiliki firasat akan dekat dengan Sarah selama perjalanan ini. Perkenalanku dengannya sesingkat sebuah permintaan, “Arum kamu mau makan berdua aku nggak? Soalnya aku sudah makan tadi”. Lalu aku meng-iya-kan ajakannya, ditambah saat itu aku kurang berselera untuk makan. FYI nih, nasi goreng merah Surabaya enaaak. Aku sukaaa πππ
17 Januari 2018
Dini hari.
Kami berangkat menuju Pelabuhan Sorong menggunakan KM Ciremai. Baru kali ini aku naik kapal besar selama berhari-hari untuk menyebrangi pulau nun jauh di sana. Perjalanan ini merupakan petualangan besar, sekaligus salah satu visi hidupku yang terealisasikan terlalu dini.
Aku dan delegasi lainnya mungkin sempat kecewa dengan pihak kapal Pelni karena Youcan membelikan kami tiket EK-2, yang seharusnya kami mendapatkan kamar dengan kapasitas 4 orang dalam satu kamar. Namun ternyata deck 6 tempat tidur sesuai tiket yang kami miliki tidak dibuka. Berdasarkan penjelasan dari pihak Youcan, mereka tidak diberikan pemberitahuan sama sekali oleh Pelni. Alhasil kami berebut dengan penumpang kelas ekonomi untuk mendapatkan tempat tidur. Tapi mungkin hal ini juga yang membuat perjalanan kami lebih berwarna. Ciailaah.
KM Ciremai adalah saksi bisu pertemuanku dengan beberapa delegasi, juga saksi bisu kenangan kami menuju Sorong.
Kami sekitar 99 orang delegasi terpisah menjadi 2, di deck 3 dan deck 5. Selain itu karena banyaknya barang-barang donasi, para fasil pun rela untuk tidur di lobby deck 5 dekat tangga untuk menjaga barang donasi.
Aku tidur di deck 5, di kasur ujung sebelah kanan, sampingku Sarah, belakangku kak Dhani, samping kak Dhani ada Alim. Di tempat itu Alim, seorang maba dari IPB, mengajakku berkenalan. “Sok asik,” begitu pikirku. Namun aku tetap meresponnya, kasian, habisnya ia sangat bersemangat mengajakku bicara. Jadi aku juga berusaha bersemangat untuk meresponnya, HAHAHA....
Kami berangkat menuju Pelabuhan Sorong menggunakan KM Ciremai. Baru kali ini aku naik kapal besar selama berhari-hari untuk menyebrangi pulau nun jauh di sana. Perjalanan ini merupakan petualangan besar, sekaligus salah satu visi hidupku yang terealisasikan terlalu dini.
Aku dan delegasi lainnya mungkin sempat kecewa dengan pihak kapal Pelni karena Youcan membelikan kami tiket EK-2, yang seharusnya kami mendapatkan kamar dengan kapasitas 4 orang dalam satu kamar. Namun ternyata deck 6 tempat tidur sesuai tiket yang kami miliki tidak dibuka. Berdasarkan penjelasan dari pihak Youcan, mereka tidak diberikan pemberitahuan sama sekali oleh Pelni. Alhasil kami berebut dengan penumpang kelas ekonomi untuk mendapatkan tempat tidur. Tapi mungkin hal ini juga yang membuat perjalanan kami lebih berwarna. Ciailaah.
KM Ciremai adalah saksi bisu pertemuanku dengan beberapa delegasi, juga saksi bisu kenangan kami menuju Sorong.
Kami sekitar 99 orang delegasi terpisah menjadi 2, di deck 3 dan deck 5. Selain itu karena banyaknya barang-barang donasi, para fasil pun rela untuk tidur di lobby deck 5 dekat tangga untuk menjaga barang donasi.
Para fasil kesayangan yang menjaga barang donasi |
Aku tidur di deck 5, di kasur ujung sebelah kanan, sampingku Sarah, belakangku kak Dhani, samping kak Dhani ada Alim. Di tempat itu Alim, seorang maba dari IPB, mengajakku berkenalan. “Sok asik,” begitu pikirku. Namun aku tetap meresponnya, kasian, habisnya ia sangat bersemangat mengajakku bicara. Jadi aku juga berusaha bersemangat untuk meresponnya, HAHAHA....
Suasana deck 5, tempat tidur yang ada handuknya itu punya Sarah |
Tempat tidur di deck 5 terlihat lebih dekat |
Awalnya aku sedikit jijik dengan keadaan deck, bawaannya mau tidur saja. Aku juga sempat terganggu dengan asap rokok penumpang lain. Aku memilih tidur menggunakan masker.
Sejujurnya aku sangat amat anti rokok. Aku kesal dan sering ngomel kalau ada orang yang merokok di sekitarku. Pun temen-temen cowokku di kampus enggak ada yang ngerokok. Jadi ya aku nggak pernah ngomel(?) wkwkwk. Tapi perjalanan ini merubahku, sungguh.
Malam pertama aku tidur nyenyak sekali. Mungkin lelah. Atau aku yang mudah merasa nyaman?
Waktu Subuh Sarah membangunkanku
untuk Shalat. Saat itu kapal sudah mulai berjalan dan membuatku mual, namun aku
masih bisa menahannya meski terasa tidak nyaman. Aku sempat mengirimkan pesan
singkat ke ibu mengenai kondisiku saat itu. Ibu menyarankanku agar segera
meminum antimo. Lalu ku raih tasku dan mulai mencari antimo, dan kemudian
seperti biasa aku menjadi seseorang yang over-thinking. “Minum, jangan, minum, jangan”. Ada sekitar 3 menit aku menatap
bungkusan obat bermerek antimo itu. “Kalau
minum nanti aku kayak orang mati, tapi kalau nggak minum aku mual. Hem.. Oke, nggak usah diminum deh, sekarang tidur
aja”. Lalu aku tidur. Sampai perjalanan pulang antimo yang aku bawa masih
utuh.
“Rum, tiket kamu mana? Udah jam makan siang, ambil makan yuk!”, Sarah membangunkanku.
Oh, sudah siang rupanya. Aku dan Sarah mengambilkan beberapa kotak makan untuk teman-teman lainnya. Delegasi Palembang yang aku kenal selain Sarah, Riza, dan mbak Okky, saat itu adalah Risty, dan Key. Kelimanya perempuan dan sama-sama tergabung dalam tim 3. Aku sempat merasa bingung membedakan antara Risty dan Key pada awalnya, mungkin karena tidak sering bareng-bareng.
“Rum, tiket kamu mana? Udah jam makan siang, ambil makan yuk!”, Sarah membangunkanku.
Oh, sudah siang rupanya. Aku dan Sarah mengambilkan beberapa kotak makan untuk teman-teman lainnya. Delegasi Palembang yang aku kenal selain Sarah, Riza, dan mbak Okky, saat itu adalah Risty, dan Key. Kelimanya perempuan dan sama-sama tergabung dalam tim 3. Aku sempat merasa bingung membedakan antara Risty dan Key pada awalnya, mungkin karena tidak sering bareng-bareng.
Menu makan siang KM Ciremai + botol mineral cap pelni yang tak terdokumentasikan |
Setelah makan siang karena aku merasa muak dengan ke-mual-an yang aku rasakan. Akhirnya aku mandi. Loh? Apa hubungannya mandi sama mual coba? Monmap nih, ada ternyata.
Karena sungguh, setelah mandi aku merasa terlahir kembali dan tidak mual lagi. Dats wat ai laykππ
18 Januari 2018
Aku sudah mulai beradaptasi dengan
lingkungan KM Ciremai. Ciaaa, beradaptasi
banget bahasanya?
Mungkin teman-temanku yang lain juga
begitu. Aku juga sudah nyetor alias pup alias BAB alias eek alias berak.
Kegiatan rutin wajibku setiap hari di manapun aku berada. Untungnya kamar mandi
di deck 5 cukup nyaman. Selama di kapal aku rajin mandi. BAB juga lancar. Aku
mandi di shower hampir tiap hari, hahahaha. Nyaman sekali. Habisnya aku merasa
geli sama diri sendiri kalau nggak mandi waktu di kapal.
Selain shalat dan beribadah,
kegiatan ku dan kawan-kawan dipenuhi dengan kegiatan tidak produktif. Main UNO,
main werewolf, makan, tidur, liat pemandangan laut dari deck 7, nonton film,
atau foto-foto. Sebelum transit di Makassar. Bang Putra, salah seorang
fasilitator tim 3 (sebenarnya kami satu angkatan sih, tapi lebih asyik
manggilnya bang), mengatakan bahwa kami harus pindah ke deck 3. Hal ini
dikarenakan kondisi deck 3 yang sedikit lebih rapat dan dirasa lebih aman untuk
seluruh delegasi. Ditambah desas-desus banyak maling di kapal dan porter
ataupun orang asing lainnya yang brutal. Kami yang sudah terlanjur nyaman
dengan tempat tidur deck 5 dengan berat hati pindah ke deck 3.
Di deck 3 kami bergabung dengan
seluruh delegasi lainnya. Pergerakan kami lebih bebas dibandingkan ketika di
deck 5. Mau teriak-teriak macam orang gila juga masih aman. Deck 3 sudah
semacam markas kami. Di sini akhirnya aku kenal dengan banyak delegasi.
Suasana deck 3 ku yang ku cinta |
Saat transit di Makassar, aku
menemani teman-teman delegasi Palembang yang sempat bingung. Nggak pegangan sih
mereka, jadi bingung. Hehe #garing. Pokoknya aku membantu mereka sedikit, ya
aku nggak mau aja ninggalin mereka, nggak tega. Kami sempat singgah di Masjid
Baabussalam Oesao, dekat dengan Pelabuhan Makassar bersama salah seorang Ustadz
yang bekerja sama dengan teman-teman delegasi Palembang.
Transit 1: Makassar, Sulawesi Selatan |
Teman-temanku yang berasal dari
Palembang ini tergabung dalam sebuah organisasi sosial yang bernama Inspiration Indonesia. Organisasi
sosial tersebut concern di bidang pendidikan. Bisa cek instagramnya
(Inspiration Indonesia). Setelah pindah ke deck 3 aku baru tau kalau mereka itu berenam. Sama
temannya cowok satu lagi namanya Ari, dari tim 2.
***
Malam harinya tim 3 kumpul di lobby deck 7. Akhirnya aku melihat langsung makhluk-makhluk yang selama ini hanya aku pantau dari grup Whatsapp.
“Oh ini toh si anu. Kok beda ya sama di profile picturenya?
"Hem, ini siapa ya?”, kira-kira seperti itu tanggapanku dalam hati saat pertama kali melihat mereka.
19 Januari 2018
Aku sudah mulai bosan dengan makanan
kapal. Untungnya selalu ada perintilan surga dari teman-teman Palembang.
Pokoknya terjaminlah setiap aku makan kalau sama mereka. Sarangheo Sarah, Riza,
Key, Risty, mbak Okky.
Ditambah juga waktu itu ada donasi dari Rizal dan teman-teman delegasi lain. Perintilan surga yang ku maksud adalah penambah nafsu makan, seperti pempek, rendang, boncabe, kecap pedas ABC, serundeng, tempe kering, dan lain sebagainya. Sulit makan kami kalau nggak ada itu. Waktu di Makassar bahkan ada temanku yang beli ikan bakar biar enak makannya. (biar enak makannya).
Ditambah juga waktu itu ada donasi dari Rizal dan teman-teman delegasi lain. Perintilan surga yang ku maksud adalah penambah nafsu makan, seperti pempek, rendang, boncabe, kecap pedas ABC, serundeng, tempe kering, dan lain sebagainya. Sulit makan kami kalau nggak ada itu. Waktu di Makassar bahkan ada temanku yang beli ikan bakar biar enak makannya. (biar enak makannya).
Botol mineral yang tertangkap kamera |
Menu kapal Pelni monoton sekali kawan-kawan. FYI, menunya sudah bisa ditebak. Pagi itu nasi, mi bihun sama sayur kol, kadang pakai telur rebus. Siang hari menunya ikan, sayur kol atau buncis. Menu malam hari kadang ikan, kadang juga ayam, sayur sudah pasti sayur kol.
Pokoknya yang paling khas dari makanan pelni: pagi hari pasti dapat susu kotak mini rasa coklat atau strawberry, siangnya dapat malkis crackers yang isinya 3 buah satu bungkus, dan malamnya dapat Jungle Juice.
Sangking kurang nikmatnya, menu makanan pelni bikin rindu. Setuju nggak? Nggak ya? Oke, aku doang yang rindu berarti -_-
Kira-kira sampai di Pelabuhan Murhum, Kota Bau-Bau siang hari. Menurutku pelabuhan ini lebih horor ketimbang Makassar. Jelas saja, kami melihat drama copet yang ketauan dan dikejar orang-orang. Di sana mbak Okky membeli Suami, eh? Suami maksudnya bukan suami pasangan loooh. Jadi Suami itu salah satu makanan khas dari Bau-Bau. Biasanya dimakan pakai ikan. Sayangnya waktu aku cicip rasa suami tersebut (aneh dah ‘rasa suami’ hahah), rasaya amis, gak danta gitu! Soalnya waktu aku icip itu ikannya habis, jadi aku cicip suaminya aja. Nggak enak. Lidahku belum terbiasa.
Teman-temanku dari Palembang dari kiri ke kanan Risty, Key, Riza, Sarah |
KM Ciremai tampak dari pelabuhan Muhrum kota Bau-Bau |
Selama di kapal aku selalu penasaran sama letak kiblat. Sehabis dari kota Bau-Bau arah kiblat pernah membuat shaf perempuan berada di depan, lalu aku ngakak, padahal itu receh sekali.
Buatku menjadi seorang musafir itu
nikmat. Apalagi kalau shalatnya di jamak qasar, hehehehe~ Maafkan hamba-Mu ini
ya Allah.
Suasana Musola dengan kiblat yang muter-muter |
Saat transit di Bau-Bau kami sempat berbincang dengan pak Hengky, salah satu ABK (Anak Buah Kapal), nahkoda KM Ciremai. Beliau mengajak kami untuk coba datang ke kabin, sekaligus belajar di kabin ada apa saja. Kami dibagi menjadi 5 kloter untuk bisa deck 8, dan ke atas kapal. Kami bisa merasakan suasana kabin nahkoda kapal. Pak Hengky banyak menceritakan kendala saat mengemudi kapal, bagaimana kapal Indonesia masih kalah jauh dengan kapal-kapal besar dari Malaysia, waktu shift ABK, dan lain sebagainya. Di sana kami juga mencoba teropong kapal, memegang stir kapal, melihat segala jenis kapal, pokoknya norak banget lah.
N-O-R-A-K |
Saat wajah-wajah itu belum terpapar matahari Friwen hingga kulit terbakar, kering, terkelupas, dan mengenaskan |
Malam harinya tim 3 berkumpul lagi
untuk tes kepribadian. Cekilah, macam mau
daftar kerja. Serius banget deh tim 3 saat mengerjakan soal-soal tes
kepribadian. Aku masuk ke tim melankolis, si makhluk sempurna (sombong yang
mendarah daging). Waktu itu hasilku melankolis-plegmatis. Dulu aku pernah tes
dan hasilnya juga sama sih. Tim kepribadian terbagi menjadi 4, yaitu
melankolis, plegmatis, koleris, dan sanguinis. Kejadian ini membuat tim semakin
mencair sih. Jadi lucu-lucuan gitu.
Mbak Okky lagi nerangin kekurangan & kelebihan tiap kepribadian |
“Berisik lo sanguinis”
“Ya emang kenapa kalau aku melankolis, aku kan sempurna”
“Bae-bae lah sama anak koleris,
ngeri”
Dari momen ini, aku memulai
pembicaraan dengan Wendy, seorang anak dengan perawakan China yang juga masuk
ke tim melankolis. Kalau kata dia, "Ya dong kan aku chinese". Wendy kuliah jurusan perhotelan di Solo, dan masih mahasiswa
baru. Dia tidur tepat di belakang tempat tidurku selama di deck 3. Waktu itu
pernah ada yang bertanya padanya, “Wen kamu kan anak perhotelan yang table
manner banget, kamu nyaman nggak di sini?”. Lalu si Wendy menjawab, “Sejujurnya
sih, enggak. Iya, aku emang nggak nyaman banget di sini”.
Met malem pak aji |
Setelah itu kami kumpul per divisi,
malam itu aku pertama kali bertemu tatap muka dengan Reri (Kodiv Tim
Kesehatan), Uswah, Riza, Yuda, dan Bang Usep. Setelah kumpul, kenalan, dan membicarakan program, kami bubar. Setelah itu tim yang lain sibuk dengan
persiapan program, cuma tim kesehatan yang tenang-tenang aja.
20 Januari 2018
Pagi harinya kami senam di deck 7. Mbak
Okky sok ngide sih nyuruh aku latihan gerakan pas di kapal. Ujung-ujungnya
bukan aku yang jadi instruktur senam, padahal PIC nya aku. Hahaha. Nggak jelas
arum :/
Pokoknya pagi-pagi tuh mbak Okky
bangunin anak-anak disodorin pakai speaker ke tiap anak-anak tim 3. Terus bangun-bangun mereka budeg. Mantab memang mbak Okky ini.
Pecah banget sih sewaktu kami
memblokade deck 7 untuk senam. [MEMBLOKADE]. Ramai sekali, apalagi di bagian
teriak-teriaknya. Karena yang ikutan nggak cuma anak tim 3, tim 1 dan tim 2
juga ikut. Biar badan gerak aja, kata
mereka. Makin sayang sama semua delegasi dan segala makhluknya sewaktu
momen itu. Aku tau mereka nggak hafal gerakan senamnya, tapi mereka bisa
mencairkan suasana senam jadi semangat, dan aku senang, sungguh. Makasih ya
udah bikin hari-hariku di kapal makin kolorful ππ
Ini kayaknya abis senam deh. Apa sebelum gitu. Rame banget kan? Liat dong itu ujung-ujung penumpang lain |
Lagi main patung pancoran wkwk |
Kami jadi tontonan penumpang lainnya
pagi itu. Setelah senam kami bermain games patung pancoran, diarahkan sama mbak
Okky dan Ari. Pokoknya games yang main bentuk-bentuk formasi sesuai jumlah
orang deh, wkwkwk. Seru banget sihπππ
Setelah itu kami sarapan. FYI lagi,
setelah berada di deck 3, kami makan tidak perlu lagi memperlihatkan tiket pada
orang pantry kapal. Melainkan langsung diambilkan oleh petugas pantry sesuai
jumlah delegasi. Selain itu beberapa delegasi juga sempat membantu petugas pantry,
alhasil makin baiklah petugas pantry pada kami π
***
Malam harinya kami sampai di
Pelabuhan Sorong.
“Maling woi, tangkap itu, maling”, teriak salah seorang porter. Ternyata mereka hanya bercanda. Kesanku pertama kali kapal merapat di pelabuhan adalah “Wah horor bener ini porter-porter pelabuhan Sorong”. Wajahnya men.....ngeri bos!
Pelabuhan Sorong di malam hari |
Sesampainya di Pelabuhan Sorong dan
dapat jaringan akhirnya aku telepon ibu untuk memberitahukannya jika aku sudah
sampai Sorong.
Mulutku bergetar. Rasanya ingin menangis saat itu juga π
Seluruh delegasi kemudian dibawa
menuju Pelabuhan Rakyat Sorong. Pelabuhan Rakyat Sorong merupakan pelabuhan
kecil untuk menuju Raja Ampat. Aku masih berasa mimpi sewaktu naik angkot menuju Pelabuhan Rakyat.
"Ini serius nih udah di Papua?"
"Oh begini Papua"
"Ah yaampun nggak nyangka banget ke Papua naik kapal"
"Lagi di Papua woy!"
"Rum mimpi nggak sih?"
Terkadang,
ketika kita mau memutuskan untuk menggapai mimpi dalam hidup kita. Ada
hal-hal yang memang harus kita tinggalkan. Entah itu keluarga, teman,
sahabat, pasangan, atau pekerjaan. Di kegiatan ini aku menemukan banyak delegasi yang memperjuangkan dan merelakan banyak hal.
FYI, seluruh delegasi berjumlah 102 orang. Namun
ada 3 orang yang menuju Sorong menggunakan pesawat, dan ketiganya merupakan
anggota tim 2. Tim 1 ditempatkan di desa Yenanas, tim 2 yang awalnya
ditempatkan di desa Bonkawir pada H-1 sampai Sorong mereka dipindahkan ke desa
Warengkris (congrats untuk mereka), dan terakhir tim 3 ditempatkan di desa
Friwen. Jadi nih waktu briefing tim 1 dan tim 3 pada sombong-sombong ke tim 2,
karena desa mereka di dalem hutan, sedangkan kami di pantai, HAHAHA :x
Dari pelabuhan rakyat, tim 1
memisahkan diri dan langsung menuju lokasi pengabdian. Sedangkan tim 2 dan tim
3 harus bermalam dulu di Pelabuhan Rakyat Sorong sampai besok pagi di kapal
Express.
“Ah. Akhirnya bisa merasakan
nuansa kemevvahan (ruangan bersih, bebas dari makanan pelni, pendingin ruangan,
dan tempat duduk yang empuk dan lembut)” HAHAHA. Wkwkwk.
Friwen, aku segera tiba.
nggak paham kenapa tiba-tiba download lagu soundtrack galih&ratna di spotify -___-), waktu di kapal kalau mau tidur suka muter lagu ini, di-replay terus wkwk #timmelankolis
Seru bingiiits rummm mantap dan bergaya :))) lanjutin ceritanya pokoknya!!!
ReplyDeletehahah terima kasih mba mia sudah mampir dan komen
DeleteSuper sekali &bisa gue bayangin kyknya ekspresi lo di setiap bagian ceritanya wkwk
ReplyDeletewakakak ngikik daaaah
Deleteberawal dari nasigoreng yang dasyat enaknya. BTW pengen lagi dah nyicip nasgor di nortque... Ehg bocah itu namanya si Najma..Rum, gak sekalian ceritain yang jadi ww selalu ketauan :D trus ada orang jongkok di tengah2 saat kita main patung pancoran. Sayanggg... Sayang kalian.. pokoknya ntar wajib ketemuan lagi dah. (Semoga takdir kan membawa kita bersama dalam waktu yang panjang...)
ReplyDeleteiyaa bener jadi mau nasi goreng surabaya lagiii. Iya aku lupa namanya euy. Wkwkwkw. Gak ada bakat jadi ww ya. Ammiinn πππ
Delete