Catatan Mahasiswi Kesehatan Masyarakat
Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan untuk Pengembangan Kesehatan
1.
Keadaan Gigi Sejak Kecil
Sejak
kecil, penulis selalu diingatkan oleh sang ibu untuk selalu merawat gigi dengan
menggosok gigi setiap hari. Penulis sangat rajin menggosok gigi, hingga banyak
teman dari sang ibu yang memuji kerapihan gigi penulis. Hingga duduk di bangku
kelas 2 sekolah dasar, gigi susu penulis belum juga tanggal. Entah karena gigi
yang sangat kuat karena terlalu rajin menggosok gigi atau karena ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Padahal sudah banyak teman yang gigi
susunya sudah tanggal kala itu. Suatu hari, penulis melihat terdapat gigi yang
tumbuh di belakang gigi susu. Kejadian inilah yang pada akhirnya membawa
penulis pergi ke dokter gigi untuk pertama kalinya. Karena sang ibu merupakan
seorang PNS dari kantor pemerintah yang letaknya di sekitar Monumen Nasional, penulis
cukup beruntung dapat berobat ke poli gigi di Puskesmas menggunakan layanan
Asuransi Kesehatan (askes) dengan gratis.
Penulis
masih ingat debar jantung yang terasa sangat cepat ketika mengantri menunggu
giliran karena mendengar bunyi bor gigi yang terdengar terus menerus. Saat itu
penulis merasa sangat takut dan khawatir terhadap tindakan dokter yang akan
dilakukan. Pada saat itu memang figur seorang dokter gigi begitu menakutkan,
ditambah dengan cerita kawan-kawan yang pernah sakit gigi. Tiba saat giliran
penulis masuk ke poli gigi, dan setelah pemeriksaan, dokter gigi memutuskan
untuk mencabut gigi susu yang berada di depannya, meski giginya belum goyang.
Namun alhamdulillah, proses cabut
gigi berlangsung lancar dan penulis merasa sangat lega dan senang, apalagi
setelah cabut gigi dibelikan ice cream
oleh sang ibu.
Terdapat
beberapa gigi susu lainnya yang mengalami hal serupa. Gigi-gigi susu tersebut terpaksa
dicabut karena belum tanggal dan terdapat gigi yang tumbuh di belakangnya. Gigi
yang tumbuh di belakang merupakan gigi permanen atau gigi tetap. Setelah cabut
gigi, dokter gigi menyarankan untuk mendorong gigi tersebut menggunakan lidah
agar giginya dapat maju ke depan. Hal tersebut memang sering terjadi pada anak-anak.
Penampakan Kondisi Gigi Seri Anak yang Berjejal (sumber: klinikjoydental.com) |
Normalnya
gigi anak pada usia 6 hingga 9 tahun mulai mengalami pergantian. Gigi susu akan
tanggal dan tumbuh menjadi gigi permanen. Fase ini disebut dengan geligi
campuran (mixed dentition). Hingga
nanti pada usia dewasa muda, gigi susu akan erupsi lengkap sebanyak 14 di
rahang atas dan 14 di rahang bawah. Ini disebut dengan fase gigi pemanen (permanen teeth). Setelah itu baru
disusul dengan geligi permanen yang terakhir erupsi yaitu gigi molar (geraham)
ke-3 atau gigi geraham terakhir pada usia sekitar 20 tahun.
Sebenarnya
masih dalam batas kewajaran apabila gigi seri susu anak-anak di rahang bawahnya
goyang lalu di belakangnya terdapat gigi permanen seri yang muncul. Pada
beberapa kasus hal ini tidak pelu dicemaskan karena dengan beradaptasi dengan
lidah, gigi permanen seri yang tumbuh di belakang gigi seri susu akan menata
dengan sendiri menempati tempat gigi susu serinya. Langkah yang diperlukanbila
ada tanda ini adalah segera mencabut gigi seri susu tersebut dengan segera
mencabut gigi seri susu tersebut dengan bantuan dokter gigi. Karena apabila
tidak segera dicabut, akan mengganggu pertumbuhan gigi lainnya.
Kondisi
gigi anak yang berjejal dapat mengakibatkan gigi mengalami kondisi ekstrem yang
abnormal. Dalam bahasa medis, kondisi ini dinamakan malokusi. Malokusi berasal
dari dua kata mal dan okusi. Ini adalah suatu kondisi di mana gigi atas dan
gigi bawah bertemu. Malokusi ini bisa berarti baik dan bisa berarti buruk. Malokusi
abnormal yang kerap dialami antara lain gigi berantakan, gigi tonggos, gigi
renggang, gigi cameh, dan gigi gingsul. Malokusi pada dasarnya ada 2 tipe,
yaitu malokusi dental karena masalah yang ada pada gigi dan malokusi skeretal
atau malokusi yang terjadi pada rahang. Malokusi skeretal lebih susah
diperbaiki dibanding malokusi skeretal. Malokusi abnormal dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain, faktor genetik yang dapat mempengaruhi besar atau
kecilnya ukuran gigi maupun bentuk rahang seseorang; kebiasaan menghisap jari,
mengedot terlalu lama; menjulurkan lidah saat bicara, suka menggigit kuku atau
pensil; mendangu; menonton TV dengan mulut terbuka yang membuat anak sering
bernafas melalui mulut, sering pilek, menguyah yang hanya terpusat pada satu
bagian gigi; serta lingkungan yang sering memakan makanan manis, jarang sikat
gigi, ataupun malas memeriksa gigi.
Hingga
duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar, penulis merasa semua gigi susu yang
dimiliki sudah sudah tanggal. Meski masih agak ragu apakah gigi geraham sudah
tanggal semua atau tidak. Gigi yang mengalami kondisi berjejal hanya dialami
pada gigi seri pada rahang atas dan bawah, sedangkan pada gigi lainnya
rata-rata memang tanggal dengan sendirinya tanpa harus pergi ke dokter gigi.
Penulis juga sempat merasa trauma ketika pergi ke dokter gigi. Pasalnya, gigi
kelinci pada rahang atas yang belum goyang dicabut dua-duanya secara bersamaan.
Kejadian ini membuat penulis memang menjadi malas dan takut untuk pergi ke
dokter gigi, apalagi tidak ada penekanan dari kedua orangtua untuk wajib
periksa gigi ke dokter gigi. Hingga masuk ke bangku perkuliahan, penulis hanya
rutin menggosok gigi, namun tidak memeriksakan kondisi pertumbuhan gigi ke
dokter gigi. Hingga saat penulis menulis tulisan ini, penulis bersyukur tidak
pernah merasakan gigi berlubang. Meski tidak rutin periksa ke dokter gigi.
Saat
mengambil studi diploma 3 di Universitas Indonesia, tepatnya pada semester 2,
penulis merasa ada gigi geraham terakhir yang ingin tumbuh. Saat itu memang
berulangkali penulis merasa gusinya terasa sakit dan tidak enak untuk menguyah
makanan. Namun kondisi tersebut sering menghilang setelah 3-4 hari. Sempat
penulis menceritakan kondisi gigi tersebut pada kakak tingkat. Berdasarkan
penuturan kakak tingkat yang ternyata juga mengalami kondisi serupa, akhirnya
penulis membiarkan saja kondisi tersebut tanpa konsultasi ke dokter gigi.
Karena hal tersebut bukan suatu masalah besar dan tidak terlalu mengganggu.
Sebenarnya sempat beberapa kali penulis ingin berkonsultasi atau scalling ke
dokter di Pusat Kesehatan Mahasiswa UI (sekarang Klinik Satelit UI), namun
tidak jadi karena penulis merasa takut.
2.
Pilihan Sulit: Odontectomy
Saja atau Pasang Kawat Gigi?
Segala ketakutan untuk pergi berkonsultasi ke dokter
gigi musnah sudah ketika penulis mengalami keadaan yang sangat mendesak. Saat
itu tahun 2016, penulis sedang menjalani program wajib magang di salah satu
rumah sakit swasta di daerah Ciputat. Penulis merasa gusi pada gigi geraham
bawah paling belakang terasa sangat sakit. Kondisi tidak nyaman ini berlangsung
hingga seminggu. Penulis kesulitan untuk mengunyah makanan, bahkan di hari
ketujuh diam pun rasanya sakit sekali.
Sebelum akhirnya memutuskan pergi ke dokter gigi,
penulis terlebih dahulu mengecek gigi geraham belakang yang ternyata sudah
muncul ke permukaan. “Selamat datang gigi geraham belakang yang menyebalkan”,
begitu sapa penulis kala itu. Pertumbuhan giginya terlihat abnormal, karena
rahang belakang yang dimiliki penulis sudah penuh. Gigi tersebut tumbuhnya
terlihat miring. Penulis kemudian mencari informasi tentang pertumbuhan gigi
geraham belakang yang tumbuh di usia 20 tahun. Ternyata itulah gigi molar ke-3.
Gigi molar ke-3 sering terpaksa harus dicabut dengan operasi minor maupun mayor
(odontectomy), karena rahang yang
tidak muat lagi menampung gigi-gigi tersebut. Saya panik saat itu, mencari
informasi tentang penatalaksaan odontectomy.
Bertanya dengan beberapa orang dan teman dekat yang pernah merasakan odontectomy, melihat penatalaksaan
pasien odontectomy dari YouTube,
membaca kembali novel Raditya Dika tentang pengalamannya operasi gigi molar
ke-3 dan mencari informasi artis Nikita Willy yang pernah rawat inap karena
operasi 4 gigi molar ke-3 nya. Saat itu akhirnya panulis merasa pasrah dengan
apapun tindakan dan saran dokter.
Keesokan harinya, penulis pergi ke dokter gigi
Klinik Satelit UI dengan hati yang berdebar hingga duduk di kursi panas (kursi
praktek dokter gigi). Awalnya penulis mengatakan tentang keluhannya kepada
dokter gigi, setelah itu beliau kemudian melihat kondisi gigi penulis. Sang
dokter mengatakan jika penulis memiliki sistem pengunyahan miring (cross-bite)
atau rahang atas dan bawahnya asimetris, masih memiliki gigi susu, dan memiliki
benih gigi molar ke-3 di rahang atas. Kemudian beliau memberikan saran untuk
melakukan perawatan ortodonti (menggunakan kawat gigi). Namun sang dokter memperbolehkan
penulis jika penulis hanya ingin mencabut gigi molar ke-3 saja. Sang dokter
gigi kemudian memberikan penulis rujukan untuk melakukan rontgen panoramik di
RSKGM (Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut) UI dan memberi rujukan untuk
pemasangan kawat gigi juga, serta obat pereda nyeri.
Penulis sempat dilanda kebimbangan diantara 2
pilihan, langsung meminta operasi (odontectomy)
atau memasang kawat gigi, mengingat biaya pemasangan kawat gigi tidak murah.
Namun karena penulis berpikir lebih baik menyelesaikan masalah gigi dengan
tuntas saat ini juga dibandingkan menyelesaikan satu masalah saja, namun
masalah lain justru akan muncul di kemudian hari. Pada akhirnya penulis
memutuskan untuk menggunakan kawat gigi, meski dirasa sangat terlambat.
3.
Gigi Molar Ketiga, Gigi Impaksi, dan Odontectomy
Gigi Molar
Ketiga
Anak
kecil memiliki jumlah gigi yang berbeda dengan orang dewasa. Gigi anak-anak
disebut dengan gigi susu dan berjumlah 20 buah dengan susunan sebagai berikut:
-
Rahang atas : 4 gigi seri, 2 gigi taring, 4 gigi
geraham
-
Rahang bawah : 4
gigi seri, 2 gigi taring, 4 gigi geraham
Susunan Gigi Susu dan Permanen (sumber: edubio.info) |
Gigi-gigi
susu tersebut akan tanggal satu persatu dan digantikan dengan gigi permanen.
Tidak seperti ikan hiu yang giginya dapat terus berganti, apabila gigi permanen
manusia telah tanggal tidak akan tumbuh gigi yang baru lagi. Gigi permanen
berjumlah 32, dengan susunan sebagai berikut:
-
Rahang atas : 4 gigi seri, 2 gigi taring, 4 gigi
geraham depan, 6 gigi geraham belakang
-
Rahang bawah : 4
gigi seri, 2 gigi taring, 4 gigi geraham depan, 6 gigi geraham belakang
Awalnya
gigi permanen hanya berjumlah 20 buah, namun seiring pertambahan umur gigi
geraham belakang akan tumbuh satu-persatu hingga jumlahnya mencapai 32. Masuk
usia remaja ke dewasa biasa muncul keluhan tentang tumbuh gigi geraham.
Biasanya keluhan yang muncul adalah keluhan rasa nyeri yang sangat pada bagian
belakang rahang. Gejala tersebut adalah
gejala tumbuh gigi molar ketiga atau biasa disebut gigi bungsu. Gigi bungsu
atau gigi molar ketiga biasa tumbuh dalam rentang umur 17-24 tahun. Jika gigi
ini tumbuh miring maka muncul gejala bengkak, nyeri, atau bahkan demam.
Terlebih jika gigi ini menusuk gusi, akan menjadi sangat nyeri. Gigi bungsu
akan tumbuh di empat bagian rahang, yaitu kanan atas belakang, kiri atas
belakang, kanan bawah belakang, dan kiri bawah belakang. Sakit akibat tumbuh
gigi bungsu ini bisa diatasi dengan meminum obat analgetik atau pereda nyeri.
Biasa yang digunakan adalah asam mefenamat atau mefinal. Namun penderita biasa
meminum asam mefenamat.
Tidak
semua orang akan mengalami tumbuhnya gigi bungsu ini dan sakit akibat tumbuh
gigi bungsu tidak hanya saat tumbuh. Bahkan di kisaran umur 40 tahun seseorang
bisa mengalami kambuh sakit akibat gigi bungsu ini, dan jika gigi bungsu ini
muncul pada wanita hamil, maka tidak boleh dicabut. Pilihan yang paling aman
adalah diberi analgesik dengan jenis dan dosis yang tepat untuk wanita hamil.
Beberapa Masalah
Gigi Geraham Bungsu
Setelah
berusia 21 tahun, biasanya seseorang akan memiliki 32 gigi termasuk gigi
geraham bungsu. Proses tumbuhnya gigi geraham bungsu ini bukan tanpa masalah. Beragam
masalah gigi dapat muncul pada masa pertumbuhannya, atau setelah tumbuh. Karena
gigi geraham bungsu merupakan rangkaian gigi yang terakhir tumbuh di antara
bagian gigi yang lain, tidak jarang tumbuhnya gigi geraham bisa terasa begitu
sakit. Hal ini terjadi karena untuk tumbuh, gigi bungsu perlu merobek bagian
gusi. Belum lagi potensi masalah arah tumbuh gigi bungsu yang dapat menimbulkan
kerusakan.
Berikut ini
adalah beberapa masalah gigi geraham yang mungkin dialami:
·
Gigi geraham bungsu bernanah
Gigi geraham bungsu tidak luput dari masalah gigi
bernanah atau abses gigi, yang tidak kalah sakitnya dengan gigi di bagian lain.
Gigi bernanah biasanya disebabkan oleh beragam hal, misalnya saja Anda terlalu
banyak mengonsumsi makanan manis atau kurang melakukan perawatan gigi. Kalau
sudah bernanah, tidak hanya sakit yang bisa muncul, tapi juga komplikasi yang
muncul bersamanya. Nanah bisa menyebar ke area lain seperti rahang, leher,
kepala atau tempat lainnya. Bahkan pada tahap paling parah, dapat mengancam
nyawa jika menyebabkan infeksi darah atau sepsis. Gigi bernanah disebabkan oleh
munculnya kantong nanah akibat infeksi bakteri pada pulpa gigi (jaringan akar
gigi) di mana terdapat pembuluh darah, jaringan saraf gigi, dan jaringan ikat.
Guna mengatasi infeksi yang terjadi pada gigi bernanah, ada beberapa hal yang
bisa dilakukan. Misalnya saja, melakukan perawatan akar gigi, pengeringan
nanah, pemberian antibiotik untuk atasi infeksi, atau bahkan pencabutan gigi.
Pengobatan dapat dilakukan sesuai dengan kondisi gigi Anda. Oleh karena itu,
penting untuk melakukan konsultasi atau memeriksakan kondisi kesehatan gigi
Anda ketika terjadi masalah.
·
Gigi geraham
bungsu impaksi
Impaksi gigi adalah suatu keadaan dimana benih gigi atau calon
gigi yang akan tumbuh terhalang jalan pertumbuhannya hingga mengakibatkan gigi tidak dapat keluar atau
tumbuh secara normal. Impaksi gigi biasanya terjadi sekitar 20% dari total
populasi. Pria lebih sering mengalaminya daripada wanita. Impaksi gigi molar
(geraham besar) ketiga pada umumnya
terjadi sekitar 17%-32% dari populasi yang telah dilakukan penelitian,
dimana frekuensi mandibula (rahang bawag) lebih tinggi daripada maksila (rahang
atas). Angka kejadian terjadinya impaksi
gigi kaninus (gigi Taring) atas terjadi sekitar 0,3-3,2%, dari populasi yang
diteliti. Impaksi gigi kaninus bagian
palatal (langit langit mulut) terjadi sebesar 15% kasus impaksi gigi kaninus,
lebih banyak terjadi pada perempuan daripada pria. Impaksi gigi premolar
(geraham keci yang terletak 1 dan 2 baris di belakang gigitaring) sebesar 0,5%
dari populasi yang diteliti. Gigi yang
sering terjadi impaksi adalah molar (gigi geraham besar) ketiga mandibula
(rahang bawah) diikuti molar ketiga maksila (gigi geraham besar rahang atas),
dan premolar dua mandibula (gigi geraham kecil dua baris yang terletak di
belakang gigi taring rahang bawah) (Andreason, 1997).
Karena gigi geraham merupakan bagian dari gigi yang
tumbuh terakhir, maka kasus impaksi lebih sering terjadi pada gigi geraham.
Khususnya gigi geraham bungsu. Impaksi terjadi ketika gigi tidak tumbuh dengan
sempurna, karena adanya penghalang dari gigi lainnya. Impaksi juga bisa terjadi
karena adanya ketidakcocokan antara ukuran rahang dan ukuran gigi. Impaksi pada
gigi geraham dapat menyebabkan gusi membengkak yang disertai rasa sakit. Hal
ini terjadi karena pada gigi geraham bungsu yang mengalami impaksi, kuman dapat
masuk ke dalam sehingga menyebabkan infeksi. Mengatasi masalah gigi geraham
atau geraham bungsu yang mengalami impaksi dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik, mengangkat gigi geraham bungsu, atau dengan melakukan operasi pada
bagian gusi yang biasa di sebut dengan odontektomi. Odontektomi sendiri pada umumnya bisa dikerjakan dengan
suntik lokal ataupun dengan bius umum di ruang operasi tergantung tingkat
kesulitan kasus.
·
Gigi geraham
bungsu patah
Meski berada di paling belakang, bukan berarti gigi
geraham bungsu dapat luput dari masalah gigi patah. Gigi patah biasanya terjadi
pada gigi yang memang sudah mengalami kerusakan, misalnya saja keropos. Jika
gigi geraham Anda patah, jangan panik. Jika Anda bisa segera pergi ke dokter
gigi, Anda disarankan untuk menyimpan patahan gigi geraham di dalam susu. Pada
kondisi tertentu, dokter memiliki kemungkinan untuk dapat menempelkannya
kembali. Tapi hal ini tentu tergantung pada tingkat kerusakan yang terjadi.
4.
Pemasangan Kawat Gigi dengan Dokter Residen Spesialis
Ortodonti RSGM UI
Sebelum
menggunakan kawat gigi, penulis terlebih dahulu melakukan rontgen panoramik di
bagian radiologi RSGM UI. Setelah mendapatkan hasil rontgen panoramik, barulah
penulis mendaftar ke bagian administrasi untuk pergi ke dokter spesialis
ortodonti. Namun karena biaya pasang kawat gigi di dokter gigi spesialis
ortodonti paviliun khusus RSGM lebih mahal, akhirnya penulis memilih perawatan
dengan dokter gigi residen spesialis ortodonti. Sama-sama aman, karena
perawatan dengan dokter residen juga diawasi oleh supervisor (doesn alias dokter gigi spesialis ortodonti dari
paviliun khusus). Setelah itu, bagian administrasi langsung mengarahkan penulis
untuk menuju ke lantai 2. Pertama-tama penulis terlebih dahulu mengutarakan
maksud dan tujuannya untuk memasang kawat gigi, sembari memberikan surat
rujukan dari dokter gigi Klinik Makara UI dan hasil rontgen panoramik kepada
dokter gigi residen yang sedang piket kala itu. Ia menjelaskan banyak hal
kepada penulis dan memberi arahan untuk melakukan rontgen cephalometric, sembari menunggu dokter yang akan menangani kasus
permasalahan gigi penulis.
Setelah
hampir 1 bulan karena terpotong puasa, akhirnya penulis dihubungi oleh dokter
gigi residen yang akan menangani kasus gigi penulis. Sebut saja namanya drg.
Dina. Penulis kembali ke RSGM untuk bertemu dengan drg. Dina sekaligus
pemeriksaan awal. Sang dokter menyarankan penulis untuk melakukan rontgen cephalometric karena hasil cephalometric yang ia dapatkan kurang
jelas. Penulis pun kembali melakukan rontgen cephalometric di Laboratorium Klinik Pramita. Setelah mendapatkan
hasil yang bagus, barulah penulis diarahkan untuk cetak gigi dan foto bentuk
rahang dari depan dan samping. Setelah sekitar 3 bulan drg. Dina melakukan
diskusi bersama teman-teman sejawat dan dosen. Penulis kembali dihubungi untuk
pemasangan kawat gigi. Kawat gigi yang dipilihkan oleh sang dokter berjenis damon system. Awalnya penulis sempat
menolak untuk dipasangkan damon system,
karena alasan biaya. Namun setelah drg. Dina menjelaskan dari sisi medis,
akhirnya penulis mengikuti saran dokter. Di RSGM, jenis kawat gigi sudah
didiskusikan dengan matang terlebih dahulu, jadi pasien tidak bisa sembarang
meminta jenis kawat gigi. Misalnya, sebenarnya pasien dapat dipasang kawat gigi
jenis logam dengan biaya yang lebih murah, namun pasien lebih mau dipasang
kawat gigi damon system. Biasanya
dokter akan menolak karena alasan medis.
Permasalahan
gigi penulis sebenarnya cukup kompleks. Ternyata masih terdapat 2 gigi taring
susu di rahang atas. Berdasarkan hasil rontgen panomarik yang penulis lihat,
terdapat 2 buah gigi impaksi yang dimiliki penulis, dan seperti yang sudah
diceritakan sebelumnya bahwa benih gigi molar ke-3 sudah terlihat. Gigi impaksi
pertama yang tumbuh miring ke atas gusi, yang sempat menimbulkan rasa sakit
yang hebat. Gigi impaksi kedua ternyata tumbuh miring dan menabrak gigi di
sampingnya, sehingga tidak muncul ke permukaan. Gigi impaksi ini akan dilakukan
odontectomy, namun saat ini penulis
masih belum mendapatkan instruksi dari dokter.
Karena
permasalahan yang kompleks tersebut, drg. Dina menyarankan penulis menggunakan
kawat gigi damon system. Damon braces merupakan teknologi kawat gigi
terbaru dengan sistem self-ligating
yang tidak membutuhkan karet untuk mengikat karena bracket memiliki penyangga khusus untuk menyangga kawat yang
digunakan. Untuk itulah damon braces tidak menimbulkan rasa sakit. Dilihat dari
teknologi dan prosesnya, damon braces
memang lebih unggul dibandingkan dengan metal braces.
Sebelum
dilakukan pemasangan kawat gigi, penulis terlebih dahulu melakukan scalling
gigi dan mencabut 3 gigi. Dua gigi taring susu yang ada di rahang atas, dan 1
gigi taring permanen di rahang bawah. Proses pencabutan gigi dilakukan oleh
dokter residen bedah mulut di RSGM UI dengan diawasi oleh drg. Dina, agar tidak
terjadi kesalahan. Gigi dewasa normalnya berjumlah 32 buah, namun karena rahang
penulis tidak cukup, dan setelah penulis hitung kembali, nantinya gigi penulis
akan berjumlah 29 buah. Saat ini gigi yang tersisa ada 12 buah di rahang atas,
terdapat gigi taring permanen yang tersimpan di dalam gusi yang nantinya akan
dilakukan proses windowing
(pembongkaran gusi untuk memunculkan gigi taring permanen) dan gigi molar ke-3
yang berjumlah 2 buah. Sehingga nantinya gigi pada rahang atas akan berjumlah 15
buah. Sedangkan pada rahang bawah, saat ini berjumlah 15 buah. Nantinya akan
ada 1 gigi molar ke-3 yang dicabut, sehingga akan berjumlah 14 buah. Saat ini
penulis masih rutin kontrol setiap 11 minggu sekali ke RSGM UI, dan belum
mendapatkan instruksi kapan akan dilakukan proses windowing dan odontectomy.
Proses Windowing (sumber: osmiledental) |
Dampak
positif yang dirasakan oleh penulis sejak penggunaan kawat gigi adalah rutin
periksa gigi ke dokter gigi dan tidak takut lagi ke dokter gigi. Dahulu
mendengar bor gigi atau alat skeling rasanya seperti mau meninggal, sekarang
setelah tindakan pencabutan gigi yang dilakukan oleh dokter residen spesialis
bedah mulut dan penambalan gigi oleh dokter residen spesialis prostodonti,
penulis sudah tidak takut lagi dan merasa pasrah dengan tindakan-tindakan yang
akan dilakukan selanjutnya untuk kebaikan struktur dan fungsi gigi yang lebih
baik di masa depan. Sejauh ini, penulis merasa aman dan puas dengan pelayanan
para dokter gigi residen di klinik spesialis RSGM UI, ditambah lagi kesamaan
almamater sehingga merasa sangat nyaman. Jadwal konsultasi dan komunikasi jika
mendapati keadaan tidak nyaman pada gigi pun dapat dilakukan melalui akun whatsApp
dengan drg. Dina. Penulis berharap perawatan kedepannya dapat berjalan aman dan
nyaman.
Kondisi Gigi Penulis Pasca Pemasangan Kawat Gigi Damon |
5.
Pentingnya Rutin Periksa Gigi Ke Dokter Gigi Sejak
Kecil
Berdasarkan
pengalaman penulis sejak kecil, hingga akhirnya memutuskan untuk memakai kawat
gigi di umur 21 tahun. Merupakan segelintir pengalaman dari dampak kurang
runtinnya pergi ke dokter gigi sejak kecil. Anjuran pergi ke dokter gigi setiap
6 bulan sekali sejak kecil perlu diterapkan. Sebaiknya merawat gigi sejak dini.
Jangan menunggu gigi bermasalah baru mengunjungi dokter gigi. Apabila sejak
kecil sudah rutin ke dokter gigi, permasalahan gigi dapat segera dideteksi sejak
dini dan lebih mudah diatasi. Gigi yang dirawat sejak dini akan lebih sehat dan
bebas dari masalah-masalah dan gangguan kesehatan gigi saat dewasa.
Cakupan
pelayanan kesehatan gigi yang dimiliki oleh BPJS dan pentingnya periksa gigi ke
dokter gigi setiap 6 bulan sekali, seharusnya lebih dipromosikan lagi. Karena
masih belum banyak yang mengetahui bahwa membersihkan karang gigi ternyata
didanai oleh BPJS, misalnya dan beberapa program BPJS lainnya. Apalagi biaya
praktek dokter gigi terkenal sangat mahal, sehingga banyak orang yang lebih memilih
untuk berobat hanya ketika sakit saja daripada periksa rutin setiap 6 bulan
sekali. Adapun pelayanan gigi dan prothesa gigi yang dicakup oleh BPJS antara
lain:
1. Administrasi
pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan
dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat
ditangani di faskes tingkat pertama.
2.
Pemeriksaan,
pengobatan, dan konsultasi medis
3.
Premedikasi
4.
Kegawatdaruratan
oro-dental
5.
Pencabutan gigi
sulung (topikal, infiltrasi)
6.
Pencabutan gigi
permanen tanpa penyulit
7.
Obat pasca
ekstraksi
8.
Tumpatan
komposit/GIC
9.
Skeling gigi (1x
dalam setahun)
10.
Protesa gigi/gigi
palsu merupakan pelayanan tambahan/suplemen dengan limitasi/plafon/pembatasan
yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
11.
Pelayanan
Protesa gigi/gigi palsu dapat diberikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.
12.
Protesa
gigi/gigi palsu diberikan kepada Peserta BPJS Kesehatan yang kehilangan gigi
sesuai dengan indikasi medis dan atas rekomendasi dari Dokter Gigi.
13.
Tarif maksimal
penggantian prothesa gigi adalah sebesar Rp. 1.000.000,- dengan ketentuan
sebagai berikut:
Tariff untuk masing-masing rahang maksimal: Rp.
500.000,-
Rincian per rahang :
- 1 sampai dengan 8 gigi : Rp. 250.000,-
- 9 sampai dengan 16 gigi : Rp. 500.000,-
Kesehatan
gigi dan mulut merupakan cerminan dari kesehatan tubuh. Gigi dan mulut perlu
dirawat dan dijaga kesehatannya, dengan lebih dari 90% materi yang masuk tubuh
kita melalui mulut, tak heran jika kita perlu menjaga kebersihan mulut dan gigi
yang tak lain adalah jendela menuju hidup sehat. Oral Hygiene (kebersihan mulut) adalah upaya melaksanakan
kebersihan rongga mulut, lidah dari semua kotoran/sisa makanan. Kebersihan gigi
dan mulut yang buruk tidak hanya menyebabkan bau mulut, kerusakan gigi dan
radang gusi, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit jantung dan masalah
kesehatan lainnya. Komplikasi penyakit yang menjalar ke organ lain akibat
gangguan kesehatan pada gigi sering ditemukan.
Susunan
gigi tidak simetris, bertumpuk, atau geligi depan yang menonjol, bisa membuat
penampilan kurang menarik. Meski demikian, hampir sebagian besar masalah gigi
tidak rata dapat diperbaiki. Tak ada kata terlambat untuk melakukannya. Merapikan
gigi bukan hanya demi penampilan. Jika gigi tidak pas satu dengan yang lain
juga dapat menimbulkan masalah dalam pengunyahan sehingga berakibat pada
gangguan pencernaan. Selain itu, gigi yang bertumpuk atau miring akan
menyulitkan pembersihan gigi sehingga sisa makanan mudah menempel, sehingga jadi
lebih rentan mengalami gigi berlubang.
Menurut
Prof. drg. Eky S. Soeria Soemantri, Sp.Ort (K), sebenarnya tidak ada batasan
usia untuk melakukan perawatan ortodonti (ketidakteraturan gigi dan wajah),
terutama untuk keluhan gigi tidak rata. Perawatan ortodonti bisa dirawat sampai
usia berapa pun jika masalahnya adalah gigi yang tidak rata, asalkan giginya
dalam kondisi sehat. Kawat gigi akan memberikan tekanan pada gigi dan secara
perlahan akan menggeser gigi ke tempat yang baru. Rahang bereaksi terhadap
tekanan dengan mendorong atau menekan tulang di depan gigi yang bergerak, dan
membentuk tulang baru di belakangnya.
Sementara
itu, jika gigi tidak rata disebabkan karena kelainan rahang, sebaiknya tindakan
perawatan ortodonti diberikan sebelum anak memasuki usia pubertas. Kelainan
rahang, misalnya rahang atas terlalu maju atau rahang bawang terlalu maju,
membutuhkan tindakan koreksi yang lebih lama. Anjuran perawatan untuk kelainan
rahang dimulai pada usia awal pubertas, yakni pada wanita sekitar usia 9 tahun
dan 11 tahun pada anak laki-laki. Koreksi rahang bisa dilakukan dengan
penggunaan alat khusus untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan rahang.
Pada
kasus yang ekstrem dan sudah terlambat ditangani, diperlukan tindakan bedah
korektif. Dokter bedah gigi dan mulut akan membuang sebagian tulang kemudian
rahang ditempatkan pada posisi yang benar. Sebaliknya, rahang pendek dapat
diperpanjang atau dipendekkan untuk mendapatkan estetika dan fungsi wajah yang
lebih baik. Tindakan operasi ini bisa membuat penampilan sangat berubah. Meski
hasil operasi bisa bagus, tapi tindakan operasi tergolong mahal dan cukup
sulit. Di Indonesia juga belum banyak rumah sakit yang bisa melakukannya karena
keterbatasan tenaga ahli. Selain operasi, kelainan rahang juga dapat dikoreksi
dengan tindakan kamuflase. Dalam perawatan ini, gigi dirapihkan sedemikian rupa
sehingga rahang tampak normal.
Untuk
menghindari kelainan susunan gigi, orangtua sebaiknya melakukan tindakan
observasi saat anak-anak memasuki usia praremaja. Meski anak tidak sakit gigi,
bawalah ke dokter gigi untuk melihat susunan giginya. Tindakan observasi ini
diperlukan untuk menjaga arah tumbuh gigi, apalagi jika ada riwayat susunan
gigi orangtua tidak rapi, seperti penulis. Pemantauan tumbuhnya gigi juga akan
mencegah agar setiap kelainan gigi dan rahang tidak berkembang terlalu parah.
Karena seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, kelainan rahang bisa
terjadi karena faktor keturunan dan juga kebiasaan buruk. Misalnya anak suka
mengemut ibu jari sampai besar.
Daftar Pustaka:
Andhika S, Christina.
(2015). Tiga Masalah Penyebab
Gigi Berantakan. Jakarta: CNN Indonesia. Diakses pada 25 Mei 2017 dari http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151221143302-255-99603/tiga-masalah-penyebab-gigi-berantakan.
Muntadir, Lila. (2014). Deteksi Kelainan Gigi Usia Anak-Anak dan
Remaja. Diakses pada 25 Mei 2017 dari http://www.dokterkawatgigi.com/artikel-kesehatan-gigi/5-deteksi-kelainan-gigi-usia-anak-anak-dan-remaja.html.
Anna, Lusia Kus. (2013). Tak Ada Kata Terlambat untuk Rapikan Gigi. Diakses pada 25 Mei
2017 dari http://lifestyle.kompas.com/read/2013/09/18/1408118/Tak.Ada.Kata.Terlambat.untuk.Rapikan.Gigi.
Unilever. (2017). Cara Mudah Menjaga Kebersihan dan Kesehatan
Mulut dan Gigi. Diakses pada 25 Mei 2017 dari https://brightfuture.unilever.co.id/stories/475462/Cara-mudah-menjaga-kebersihan---kesehatan-mulut---gigi.aspx.
Harmoni Dinamik
Indonesia. (2017). Merawat Kesehatan Gigi
dan Mulut. Diakeses pada 25 Mei 2017 dari https://www.hdindonesia.com/info-medis/kesehatan-gigi-dan-mulut.
Panji. (2015). Struktur
dan Fungsi Gigi. Diakses pada 26 Mei 2017 dari http://www.edubio.info/2015/12/struktur-dan-fungsi-gigi.html.
Ratna, Ika. (2015). Apakah yang Dimaksud dengan Impaksi
Gigi dan Odontektomi Itu?. Diakses pada 26 Mei 2017 dari http://www.bedahmulut.ariirnawan.com/apakah-yang-di-maksud-dengan-impaksi-gigi-dan-odontectomi-itu/.
Tribun Jawa Barat. (2015). Tak Perlu Panik, Ini Saran dari Dokter Ketika Tumbuh Gigi Bungsu.
Diakses pada 26 Mei 2017 dari http://jabar.tribunnews.com/2015/05/21/tak-perlu-panik-ini-saran-dari-dokter-ketika-tumbuh-gigi-bungsu.
Alo Dokter. Ragam
Masalah Gigi Geraham Bungsu dan Cara Mengatasinya. Diakses pada 26 Mei 2017
dari http://www.alodokter.com/ragam-masalah-gigi-geraham-bungsu-dan-cara-mengatasinya.
Idris, Fachmi. (2014).
Panduan Praktis Pelayanan Gigi dan Prothesa Gigi Bagi Peserta JKN. Jakarta:
BPJS Kesehatan.
No comments:
Post a Comment