“Dia pikir, dia yang paling hebat, merasa paling jago dan paling
dahsyat”
Siapa yang ngaku anak 90an? Masih ingat penggalan lirik lagu tersebut? Nih kalau lupa aku kasih cuplikannya dari Youtube, pasti rindu.
Ya, itu merupakan lirik lagu dari Film Petualangan Sherina. Film
tersebut merupakan film yang legendaris pada masanya. Dibanding Film Joshua oh
Joshua, film ini bisa dikatakan jarang muncul di layar kaca. Aku sering
menunggu Film Petualangan Sherina ditampilkan kembali di televisi nasional. Namun
sayangnya, hampir tidak pernah ada penanyangan ulang. Aku bahkan pernah
men-download atau mengopi film tersebut dari salah seorang temanku semasa SMA. Saking
rindu yang teramat pada film tersebut (kalimat yang boros). Film Petualangan
Sherina diproduksi oleh Miles Film, dengan produser Mira Lesmana dan Riri Riza
sebagai sutradara.
Aku bersama kedua temanku, Iras
dan Olin, pergi menonton Drama Musikal Petualangan Sherina di Taman Ismail
Marzuki pada 18 Februari 2018. Pertunjukan drama musikal ini diprakarsai oleh Jakarta Movement of Inspiration (JKTMOVEIN). JKTMOVEIN adalah organisasi pemuda yang bergerak di
bidang edukasi, seni, dan kreativitas. Dengan dukungan Miles Films, JKTMOVEIN
menurutku sangat berhasil mengadopsi Film Legendaris Petualangan Sherina
menjadi sebuah pertunjukan drama musikal. Tak heran jika Olin sampai menonton
drama musikal ini hingga dua kali. Sebelumnya drama musikal ini juga diadakan
pada sekitar akhir tahun 2017. Oleh karena antusiasme yang begitu besar dari
publik, akhirnya JKTMOVEIN mengadakannya kembali dengan cast dan crew yang
sama.
Suasana tempat duduk penonton
Panggungnya
I felt so excited waiting every
scenes during the show.
Scene-favoriteku itu setiap Abby Galabby (istrinya Dimas Danang) yang
berperan sebagai Zus Natasya muncul. Ia berhasil membuatku tertawa lepas berkat
aksi panggungnya. Kedua, scene waktu Sherina dan Sadam di Boscha, Bandung. Pada
scene tersebut, ada sesi di mana seluruh isi studio dikelilingi cahaya-cahaya
(ceritanya bintang-bintang gitu).
Failed. Foto bareng Abby, terus kaget sama flash kamera depan yang nyala, jadi gitu mukanya
Detail kostum, aksi panggung, backdrop, dan tak kalah pentingnya
adalah pengiring lagunya (musicians), sangaaaat baik. Aku kasih nilai A untuk
pertunjukan drama musikal ini. Selama pertunjukan aku sangat merasakan kerja
keras para crew dan khusunya para cast (yang sudah menjalani 6 pertunjukan –
aku menonton di pertunjukan tim Capela yang terakhir).
The amazing show I’ve ever seen!
Harga tiket?
Mahal. Untuk skala mahasiswa harga tiketnya memang mahal sekali. Tapi worth it kok kalau kalian suka nonton drama or something like that. Aku membeli tiket untuk bangku Delta dengan harga 278ribu (early bird). Tiketnya sold out! Dapat dikatakan penjualannya sangat cepat, khususnya sewaktu early bird.
Screenshot harga tiket dari instagram JKTMOVEIN
Setelah masa early bird selesai, tiket yang dijual hanya bangku yang tinggal sisa 1 (tidak bisa untuk ramai-ramai) dan bangku yang mahalnya melebihi harga bangku Delta. Namun sepengetahuanku seluruh tiketnya terjual habis beberapa hari sebelum pertunjukan. Sugoiπ
Perjalanan Menuju Sorong, Papua Barat “Mungkin
langit menyimpan sebuah catatan perjalanan yang berawal dalam hati. Dari rindu,
kepada rindu” – Agustin Oendari
16
Januari 2018
Pukul 00.30 WIB “Duh
gawat, pesawat besok flight jam 10, tapi jam segini aku belum selesai packing
baju. Mati lah!
Aku terus menerus memaki diri
sendiri saat memilih baju yang mau aku bawa. Siang tadi aku pergi ke costumer
service Bank BNI dari jam 12 siang dan aku baru dilayani jam 3 sore. Aku juga
harus menyiapkan materi intervensi yang akan aku pakai untuk program. Ditambah
teman-teman kuliahku yang mengajak makan sushi, ajakan yang sulit ku tolak.
Hingga pukul 10 malam, setelah ngobrol ngalor-ngidul dan kurang berfaedah,
akhirnya aku pulang. Ya, setidaknya mereka bisa membuatku tenang untuk
sementara waktu. Setelah seminggu sebelumnya aku mengikuti kegiatan Peduli Desa
FKM UI di Dusun Karang Mulya, Desa Segarjaya, Karawang, Jawa Barat. Aku memiliki
1 hari untuk istirahat. Kemudian harus kembali meninggalkan rumah.
“Nih
rum tissue basah Sushi Tei buat lo besok ke Papua, ambil aja yang banyak siapa
tau butuh, hahaha,” kata salah seorang temanku seusai kami makan.
***
Pagi hari jantungku sedikit
berdebar. Banyak hal yang aku khawatirkan. Akibat packing kepagian, aku telat
check-in dan harus membayar tambahan biaya untuk re-schedule, hahahaha. Hampir
mau mundur waktu itu, namun pada akhirnya jam 1 siang aku pergi menuju Surabayaπ
Sampai di Surabaya aku mencoba untuk
stay calm. “Kalem rum, kalem”.
Aku sedikit panik melihat porter
bandara Juanda, takut kalau-kalau dicopet karena pergi sendirian. Aku berusaha
untuk tidak terlihat bingung. Aku pun berusaha mengirimkan pesan whatsapp ke
salah seorang teman, Ridwan, yang sudah lebih dulu sampai ke Surabaya bersama
rombongan Jabodetabek lainnya. Sayangnya chat terakhirku tidak dibalas oleh Ridwan. Parah diaπ‘
Aku mencoba untuk bertanya pada CS
bandara, dan akhirnya berhasil naik Damri menuju pelabuhan Tanjung Perak. Tanpa
aku sadari kalau mas-mas di sampingku juga akan pergi ke pelabuhan Tanjung
Perak. Aku duduk di bangku belakang bus, dan si mas-mas duduk di seberang
bangkuku. Aku lupa bus Damri itu berhenti di terminal apa. Yang jelas waktu itu
aku kebingungan, “Ini kan belum di
pelabuhan, kok udah berhenti ya?”. Lalu tiba-tiba ada mas-mas yang bertanya
kepadaku.
“Mbak,
mau ke pelabuhan Tanjung Perak juga?”,
si mas-mas memulai percakapan.
“Eh
iya, tapi kok berhenti di sini ya?”, jawabku masih bingung.
“Hem,
mbaknya dari Youcan bukan?”
“Eh?
Iya bener, loh masnya juga? Dari mana mas? Jakarta? Kok saya baru tau ya kalau
ada anak Jakarta jam 1 siang. Masnya naik Sriwijaya juga?”, kebiasaan banget ngasih pertanyaan berantai kayak
gitu.
“Iya
saya dari Jakarta tadi naik Sriwijaya, siapa namanya mbak?”
“Arum,
masnya?”
“Dhani.
Yauda yuk turun aja”
Alhamdulillah....dapat teman bareng
ke Tanjung Perak!!!!! Lalu kami sampai ke North Quay-Pelabuhan Tanjung Perak,
Surabaya menggunakan Damri lanjutan.
Ruang tunggu Pelabuhan Tanjung Perak
bagus euy, rapih, dan ada arsinum juga. Tapi airnya kurang tau dari mana.
Hehehe. Posisi arsinum di dekat WC, airnya berasa kurang enak, sami mawon kayak
di FKM. Tapi lumayanlah buat irit pengeluaran.
Surabaya North Quay Tampak Depan
Ruang tunggu. Sumber: si embah
Di pelabuhan aku dan kak Dhani
berpisah dan mulai berkenalan dengan teman-teman lainnya yang sudah lebih dulu
sampai. Selain itu, aku dan kak Dhani juga beda tim. Kak Dhani adalah anak
Youcan pertama yang aku kenal, sekaligus malaikat penolong karena selain
menemaniku dari bandara Juanda ke Pelabuhan Tanjung Perak, beliau juga
membawakan 1 tentengan milikku. Terima
kasih banyak kak Dhani. FYI, ketika berangkat program aku membawa 4 tas.
Satu tas tentengan berisi baju (aku bawa baju nggak terlalu banyak), satu tas
tentengan lainnya berisi kebutuhan program serta barang donasi, tas ransel, dan
tas kamera. Selama aku ikut kegiatan sosial, aku anti koper-koper club. Mungkin
juga karena aku kebiasaan work camp. Tapi sayangnya aku nggak punya carrier,
jadilah pakai tas seadanya. Minus mataku kan tinggi juga (5.75), dokter
menyarankan aku untuk tidak bawa barang lebih dari 5 kg, takut nanti minusnya
nambah.
***
Malamnya, saat aku sedang duduk
sendirian. Salah seorang teman yang sama-sama di divisi kesehatan memanggilku, “Kak Arum ya?”. Ternyata namanya Riza,
salah satu delegasi yang berasal dari Palembang, yang pada akhirnya membuatku
nempel terus dengan delegasi Palembang lainnya.
Mbak Okky (Korum Tim 3) mengajak
kami untuk pergi mencari makan di luar setelah banyak yang mengaku lapar. Aku
bersama tim 3 lainnya berjalan bersama menuju PKL di pinggir jalan pelabuhan.
Aku masih ingat betapa asingnya wajah-wajah itu. Lolita yang saat itu berjalan di
sampingku, mulai ku ajak bicara. Berkenalan layaknya teman baru. Aku tanya
asal, universitas, dan jurusannya. Ya, semacam pertanyaan basa-basi. Darinya
aku tahu kalau di Indonesia ada universitas dengan sistem pesantren, haha. Awalnya aku sama sekali tidak
memiliki firasat akan dekat dengan Sarah selama perjalanan ini. Perkenalanku
dengannya sesingkat sebuah permintaan, “Arum
kamu mau makan berdua aku nggak? Soalnya aku sudah makan tadi”. Lalu aku
meng-iya-kan ajakannya, ditambah saat itu aku kurang berselera untuk makan. FYI
nih, nasi goreng merah Surabaya enaaak. Aku sukaaa πππ
17
Januari 2018
Dini hari. Kami berangkat menuju Pelabuhan
Sorong menggunakan KM Ciremai. Baru kali ini aku naik kapal besar selama berhari-hari
untuk menyebrangi pulau nun jauh di sana. Perjalanan ini merupakan petualangan
besar, sekaligus salah satu visi hidupku yang terealisasikan terlalu dini. Aku dan delegasi lainnya mungkin
sempat kecewa dengan pihak kapal Pelni karena Youcan membelikan kami tiket
EK-2, yang seharusnya kami mendapatkan kamar dengan kapasitas 4 orang dalam
satu kamar. Namun ternyata deck 6 tempat tidur sesuai tiket yang kami miliki
tidak dibuka. Berdasarkan penjelasan dari pihak Youcan, mereka tidak diberikan
pemberitahuan sama sekali oleh Pelni. Alhasil kami berebut dengan penumpang
kelas ekonomi untuk mendapatkan tempat tidur. Tapi mungkin hal ini juga yang
membuat perjalanan kami lebih berwarna. Ciailaah. KM Ciremai adalah saksi bisu pertemuanku dengan beberapa delegasi, juga saksi bisu kenangan kami menuju Sorong. Kami sekitar 99 orang delegasi
terpisah menjadi 2, di deck 3 dan deck 5. Selain itu karena banyaknya
barang-barang donasi, para fasil pun rela untuk tidur di lobby deck 5 dekat
tangga untuk menjaga barang donasi.
Para fasil kesayangan
yang menjaga barang donasi
Aku tidur di deck 5, di kasur ujung
sebelah kanan, sampingku Sarah, belakangku kak Dhani, samping kak Dhani ada Alim.
Di tempat itu Alim, seorang maba dari IPB, mengajakku berkenalan. “Sok asik,” begitu pikirku. Namun aku
tetap meresponnya, kasian, habisnya ia sangat bersemangat mengajakku bicara.
Jadi aku juga berusaha bersemangat untuk meresponnya, HAHAHA....
Suasana deck 5, tempat tidur yang ada handuknya itu punya Sarah
Tempat tidur di deck 5 terlihat lebih dekat
Awalnya aku sedikit jijik dengan
keadaan deck, bawaannya mau tidur saja. Aku juga sempat terganggu dengan asap
rokok penumpang lain. Aku memilih tidur menggunakan masker. Sejujurnya aku sangat amat anti
rokok. Aku kesal dan sering ngomel kalau ada orang yang merokok di sekitarku. Pun
temen-temen cowokku di kampus enggak ada yang ngerokok. Jadi ya aku nggak
pernah ngomel(?) wkwkwk. Tapi perjalanan ini merubahku, sungguh. Malam pertama aku tidur nyenyak
sekali. Mungkin lelah. Atau aku yang mudah merasa nyaman?
Waktu Subuh Sarah membangunkanku
untuk Shalat. Saat itu kapal sudah mulai berjalan dan membuatku mual, namun aku
masih bisa menahannya meski terasa tidak nyaman. Aku sempat mengirimkan pesan
singkat ke ibu mengenai kondisiku saat itu. Ibu menyarankanku agar segera
meminum antimo. Lalu ku raih tasku dan mulai mencari antimo, dan kemudian
seperti biasa aku menjadi seseorang yang over-thinking. “Minum, jangan, minum, jangan”. Ada sekitar 3 menit aku menatap
bungkusan obat bermerek antimo itu. “Kalau
minum nanti aku kayak orang mati, tapi kalau nggak minum aku mual. Hem.. Oke, nggak usah diminum deh, sekarang tidur
aja”. Lalu aku tidur. Sampai perjalanan pulang antimo yang aku bawa masih
utuh. “Rum,
tiket kamu mana? Udah jam makan siang, ambil makan yuk!”, Sarah membangunkanku. Oh, sudah siang rupanya. Aku dan
Sarah mengambilkan beberapa kotak makan untuk teman-teman lainnya. Delegasi
Palembang yang aku kenal selain Sarah, Riza, dan mbak Okky, saat itu adalah
Risty, dan Key. Kelimanya perempuan dan sama-sama tergabung dalam tim 3. Aku
sempat merasa bingung membedakan antara Risty dan Key pada awalnya, mungkin
karena tidak sering bareng-bareng.
Menu makan siang KM Ciremai + botol mineral cap pelni yang tak terdokumentasikan
Setelah makan siang karena aku
merasa muak dengan ke-mual-an yang aku rasakan. Akhirnya aku mandi. Loh? Apa
hubungannya mandi sama mual coba? Monmap nih, ada ternyata. Karena sungguh, setelah mandi aku
merasa terlahir kembali dan tidak mual lagi. Dats wat ai laykππ 18
Januari 2018
Aku sudah mulai beradaptasi dengan
lingkungan KM Ciremai. Ciaaa, beradaptasi
banget bahasanya?
Mungkin teman-temanku yang lain juga
begitu. Aku juga sudah nyetor alias pup alias BAB alias eek alias berak.
Kegiatan rutin wajibku setiap hari di manapun aku berada. Untungnya kamar mandi
di deck 5 cukup nyaman. Selama di kapal aku rajin mandi. BAB juga lancar. Aku
mandi di shower hampir tiap hari, hahahaha. Nyaman sekali. Habisnya aku merasa
geli sama diri sendiri kalau nggak mandi waktu di kapal.
Selain shalat dan beribadah,
kegiatan ku dan kawan-kawan dipenuhi dengan kegiatan tidak produktif. Main UNO,
main werewolf, makan, tidur, liat pemandangan laut dari deck 7, nonton film,
atau foto-foto. Sebelum transit di Makassar. Bang Putra, salah seorang
fasilitator tim 3 (sebenarnya kami satu angkatan sih, tapi lebih asyik
manggilnya bang), mengatakan bahwa kami harus pindah ke deck 3. Hal ini
dikarenakan kondisi deck 3 yang sedikit lebih rapat dan dirasa lebih aman untuk
seluruh delegasi. Ditambah desas-desus banyak maling di kapal dan porter
ataupun orang asing lainnya yang brutal. Kami yang sudah terlanjur nyaman
dengan tempat tidur deck 5 dengan berat hati pindah ke deck 3.
Di deck 3 kami bergabung dengan
seluruh delegasi lainnya. Pergerakan kami lebih bebas dibandingkan ketika di
deck 5. Mau teriak-teriak macam orang gila juga masih aman. Deck 3 sudah
semacam markas kami. Di sini akhirnya aku kenal dengan banyak delegasi.
Suasana deck 3 ku yang ku cinta
Saat transit di Makassar, aku
menemani teman-teman delegasi Palembang yang sempat bingung. Nggak pegangan sih
mereka, jadi bingung. Hehe #garing. Pokoknya aku membantu mereka sedikit, ya
aku nggak mau aja ninggalin mereka, nggak tega. Kami sempat singgah di Masjid
Baabussalam Oesao, dekat dengan Pelabuhan Makassar bersama salah seorang Ustadz
yang bekerja sama dengan teman-teman delegasi Palembang.
Transit 1: Makassar, Sulawesi Selatan
Teman-temanku yang berasal dari
Palembang ini tergabung dalam sebuah organisasi sosial yang bernama Inspiration Indonesia. Organisasi
sosial tersebut concern di bidang pendidikan. Bisa cek instagramnya
(Inspiration Indonesia). Setelah pindah ke deck 3 aku baru tau kalau mereka itu berenam. Sama
temannya cowok satu lagi namanya Ari, dari tim 2.
***
Malam harinya tim 3 kumpul di lobby
deck 7. Akhirnya aku melihat langsung makhluk-makhluk yang selama ini hanya aku
pantau dari grup Whatsapp. “Oh
ini toh si anu. Kok beda ya sama di profile picturenya? "Hem, ini siapa ya?”, kira-kira seperti itu tanggapanku dalam hati saat
pertama kali melihat mereka.
19
Januari 2018
Aku sudah mulai bosan dengan makanan
kapal. Untungnya selalu ada perintilan surga dari teman-teman Palembang.
Pokoknya terjaminlah setiap aku makan kalau sama mereka. Sarangheo Sarah, Riza,
Key, Risty, mbak Okky. Ditambah juga waktu itu ada donasi
dari Rizal dan teman-teman delegasi lain. Perintilan surga yang ku maksud
adalah penambah nafsu makan, seperti pempek, rendang, boncabe, kecap pedas ABC,
serundeng, tempe kering, dan lain sebagainya. Sulit makan kami kalau nggak ada
itu. Waktu di Makassar bahkan ada temanku yang beli ikan bakar biar enak
makannya. (biar enak makannya).
Botol mineral yang tertangkap kamera
Menu kapal Pelni monoton sekali
kawan-kawan. FYI, menunya sudah bisa ditebak. Pagi itu nasi, mi bihun sama
sayur kol, kadang pakai telur rebus. Siang hari menunya ikan, sayur kol atau
buncis. Menu malam hari kadang ikan, kadang juga ayam, sayur sudah pasti sayur
kol. Pokoknya yang paling khas dari
makanan pelni: pagi hari pasti dapat susu kotak mini rasa coklat atau
strawberry, siangnya dapat malkis crackers yang isinya 3 buah satu bungkus, dan
malamnya dapat Jungle Juice. Sangking kurang nikmatnya, menu
makanan pelni bikin rindu. Setuju nggak? Nggak ya? Oke, aku doang yang rindu
berarti -_- Kira-kira sampai di Pelabuhan
Murhum, Kota Bau-Bau siang hari. Menurutku pelabuhan ini lebih horor ketimbang
Makassar. Jelas saja, kami melihat drama copet yang ketauan dan dikejar
orang-orang. Di sana mbak Okky membeli Suami, eh? Suami maksudnya bukan suami
pasangan loooh. Jadi Suami itu salah satu makanan khas dari Bau-Bau. Biasanya
dimakan pakai ikan. Sayangnya waktu aku cicip rasa suami tersebut (aneh dah
‘rasa suami’ hahah), rasaya amis, gak danta gitu! Soalnya waktu aku icip itu
ikannya habis, jadi aku cicip suaminya aja. Nggak enak. Lidahku belum terbiasa.
Teman-temanku dari Palembang dari kiri ke kanan Risty, Key, Riza, Sarah
KM Ciremai tampak dari pelabuhan Muhrum kota Bau-Bau
Selama di kapal aku selalu penasaran
sama letak kiblat. Sehabis dari kota Bau-Bau arah kiblat pernah membuat shaf
perempuan berada di depan, lalu aku ngakak, padahal itu receh sekali.
Buatku menjadi seorang musafir itu
nikmat. Apalagi kalau shalatnya di jamak qasar, hehehehe~ Maafkan hamba-Mu ini
ya Allah.
Suasana Musola dengan kiblat yang muter-muter
Saat transit di Bau-Bau kami sempat
berbincang dengan pak Hengky, salah satu ABK (Anak Buah Kapal), nahkoda KM
Ciremai. Beliau mengajak kami untuk coba datang ke kabin, sekaligus belajar di
kabin ada apa saja. Kami dibagi menjadi 5 kloter untuk bisa deck 8, dan ke atas
kapal. Kami bisa merasakan suasana kabin nahkoda kapal. Pak Hengky banyak
menceritakan kendala saat mengemudi kapal, bagaimana kapal Indonesia masih
kalah jauh dengan kapal-kapal besar dari Malaysia, waktu shift ABK, dan lain
sebagainya. Di sana kami juga mencoba teropong kapal, memegang stir kapal,
melihat segala jenis kapal, pokoknya norak banget lah.
N-O-R-A-K
Foto bareng dengan Nahkoda Hengky dan ABK KM Ciremaiπ
Saat wajah-wajah itu belum terpapar matahari Friwen hingga kulit terbakar, kering, terkelupas, dan mengenaskan
Malam harinya tim 3 berkumpul lagi
untuk tes kepribadian. Cekilah, macam mau
daftar kerja. Serius banget deh tim 3 saat mengerjakan soal-soal tes
kepribadian. Aku masuk ke tim melankolis, si makhluk sempurna (sombong yang
mendarah daging). Waktu itu hasilku melankolis-plegmatis. Dulu aku pernah tes
dan hasilnya juga sama sih. Tim kepribadian terbagi menjadi 4, yaitu
melankolis, plegmatis, koleris, dan sanguinis. Kejadian ini membuat tim semakin
mencair sih. Jadi lucu-lucuan gitu.
No caption needed
Mbak Okky lagi nerangin kekurangan & kelebihan tiap kepribadian
“Berisik lo sanguinis” “Ya emang kenapa kalau aku
melankolis, aku kan sempurna”
“Anak-anak plegmatis diem-diem aje
nih”
“Bae-bae lah sama anak koleris,
ngeri”
Dari momen ini, aku memulai
pembicaraan dengan Wendy, seorang anak dengan perawakan China yang juga masuk
ke tim melankolis. Kalau kata dia, "Ya dong kan aku chinese". Wendy kuliah jurusan perhotelan di Solo, dan masih mahasiswa
baru. Dia tidur tepat di belakang tempat tidurku selama di deck 3. Waktu itu
pernah ada yang bertanya padanya, “Wen kamu kan anak perhotelan yang table
manner banget, kamu nyaman nggak di sini?”. Lalu si Wendy menjawab, “Sejujurnya
sih, enggak. Iya, aku emang nggak nyaman banget di sini”.
Met malem pak aji
Jadi kasian.
wkwkwk. Waktu di kapal Wendy juga sempat mengajari aku, Uswah, dan Yuli bahasa China. Lupa
tapi akunya, apa ya kemarin yang diajarin?π #krik
Setelah itu kami kumpul per divisi,
malam itu aku pertama kali bertemu tatap muka dengan Reri (Kodiv Tim
Kesehatan), Uswah, Riza, Yuda, dan Bang Usep. Setelah kumpul, kenalan, dan membicarakan program, kami bubar. Setelah itu tim yang lain sibuk dengan
persiapan program, cuma tim kesehatan yang tenang-tenang aja.
20
Januari 2018
Pagi harinya kami senam di deck 7. Mbak
Okky sok ngide sih nyuruh aku latihan gerakan pas di kapal. Ujung-ujungnya
bukan aku yang jadi instruktur senam, padahal PIC nya aku. Hahaha. Nggak jelas
arum :/
Pokoknya pagi-pagi tuh mbak Okky
bangunin anak-anak disodorin pakai speaker ke tiap anak-anak tim 3. Terus bangun-bangun mereka budeg. Mantab memang mbak Okky ini.
Pecah banget sih sewaktu kami
memblokade deck 7 untuk senam. [MEMBLOKADE]. Ramai sekali, apalagi di bagian
teriak-teriaknya. Karena yang ikutan nggak cuma anak tim 3, tim 1 dan tim 2
juga ikut. Biar badan gerak aja, kata
mereka. Makin sayang sama semua delegasi dan segala makhluknya sewaktu
momen itu. Aku tau mereka nggak hafal gerakan senamnya, tapi mereka bisa
mencairkan suasana senam jadi semangat, dan aku senang, sungguh. Makasih ya
udah bikin hari-hariku di kapal makin kolorful ππ
Ini kayaknya abis senam deh. Apa sebelum gitu. Rame banget kan? Liat dong itu ujung-ujung penumpang lain
Lagi main patung pancoran wkwk
Kami jadi tontonan penumpang lainnya
pagi itu. Setelah senam kami bermain games patung pancoran, diarahkan sama mbak
Okky dan Ari. Pokoknya games yang main bentuk-bentuk formasi sesuai jumlah
orang deh, wkwkwk. Seru banget sihπππ
Setelah itu kami sarapan. FYI lagi,
setelah berada di deck 3, kami makan tidak perlu lagi memperlihatkan tiket pada
orang pantry kapal. Melainkan langsung diambilkan oleh petugas pantry sesuai
jumlah delegasi. Selain itu beberapa delegasi juga sempat membantu petugas pantry,
alhasil makin baiklah petugas pantry pada kami π
***
Malam harinya kami sampai di
Pelabuhan Sorong.
“Maling
woi, tangkap itu, maling”, teriak salah
seorang porter. Ternyata mereka hanya bercanda. Kesanku pertama kali kapal
merapat di pelabuhan adalah “Wah horor
bener ini porter-porter pelabuhan Sorong”. Wajahnya men.....ngeri bos!
Sempet main sama anak Papua di kapal namanya Dwi, Yusuf, ... (yang aku pangku lupa namanya)
Pelabuhan Sorong di malam hari
Sesampainya di Pelabuhan Sorong dan
dapat jaringan akhirnya aku telepon ibu untuk memberitahukannya jika aku sudah
sampai Sorong.
“Alhamdulillah
nak sudah sampai. Ibu kangen sekali.” Mulutku bergetar. Rasanya ingin
menangis saat itu juga π
Seluruh delegasi kemudian dibawa
menuju Pelabuhan Rakyat Sorong. Pelabuhan Rakyat Sorong merupakan pelabuhan
kecil untuk menuju Raja Ampat. Aku masih berasa mimpi sewaktu naik angkot menuju Pelabuhan Rakyat.
"Ini serius nih udah di Papua?"
"Oh begini Papua"
"Ah yaampun nggak nyangka banget ke Papua naik kapal"
"Lagi di Papua woy!"
"Rum mimpi nggak sih?"
Terkadang,
ketika kita mau memutuskan untuk menggapai mimpi dalam hidup kita. Ada
hal-hal yang memang harus kita tinggalkan. Entah itu keluarga, teman,
sahabat, pasangan, atau pekerjaan. Di kegiatan ini aku menemukan banyak delegasi yang memperjuangkan dan merelakan banyak hal.
FYI, seluruh delegasi berjumlah 102 orang. Namun
ada 3 orang yang menuju Sorong menggunakan pesawat, dan ketiganya merupakan
anggota tim 2. Tim 1 ditempatkan di desa Yenanas, tim 2 yang awalnya
ditempatkan di desa Bonkawir pada H-1 sampai Sorong mereka dipindahkan ke desa
Warengkris (congrats untuk mereka), dan terakhir tim 3 ditempatkan di desa
Friwen. Jadi nih waktu briefing tim 1 dan tim 3 pada sombong-sombong ke tim 2,
karena desa mereka di dalem hutan, sedangkan kami di pantai, HAHAHA :x
Dari pelabuhan rakyat, tim 1
memisahkan diri dan langsung menuju lokasi pengabdian. Sedangkan tim 2 dan tim
3 harus bermalam dulu di Pelabuhan Rakyat Sorong sampai besok pagi di kapal
Express.
“Ah. Akhirnya bisa merasakan
nuansa kemevvahan (ruangan bersih, bebas dari makanan pelni, pendingin ruangan,
dan tempat duduk yang empuk dan lembut)” HAHAHA. Wkwkwk.
Friwen, aku segera tiba.
nggak paham kenapa tiba-tiba download lagu soundtrack galih&ratna di spotify -___-), waktu di kapal kalau mau tidur suka muter lagu ini, di-replay terus wkwk #timmelankolis