Menjelajah Sebagian
Surganya Indonesia
Hal paling berharga dari sebuah pertemuan adalah kebersamaan. Semenyakit apapun perpisahan, kebersamaan akan tetap indah untuk dikenang
Rabu,
24 Januari 2018
Sepanjang hari itu langit Friwen
seperti sengaja menjadi abu. Aku dengan beberapa teman yang masih stay di
Friwen kembali menuju rumah besar. Kalau ada yang tanya kenapa aku masih stay,
kira-kira begini percakapannya:
“Kenapa
kok arum masih stay?”
“Karena
aku mau liburan. Begitupun juga teman-teman lainnya yang masih stay”
“Kok
udah ada yang pulang?”
“Karena
program ini di luar dari program inti”
***
Di rumah besar beberapa diantara
kami pelor, nempel langsung molor. Wendy dan Alim seingatku sudah lebih dulu
pergi ke homestay untuk mencari sinyal internet. Kemudian disusul Fajar dan
Reno setelah keduanya tidur sebentar. Sisanya aku, Yuni, Reri, Suki, Kiko,
Radit, Sihar, Yunus, Ridwan, dan Bang Usep tetap tidur sampai siang. Cuaca di
Friwen hari itu mendung, adem, lembab, dan kelabu. Ditambah dengan turunnya hujan rintik-rintik
cantik. Membuatku mager tak terkira.
Setelah makan siang dan mandi
(ngapain coba Arum mandi waktu itu), mbak Acha mengajak kami pergi mengambil
galon di pulau seberang. AMBIL GALON DI SEBERANG PULO MEEEN! Nggak kebayang dan
nggak mau ngebayangin juga sih kalau di Depok kayak gitu.
“Mak,
mau beli galon”
“Yaudah
sana kamu ke pulo seberang” (?) (?) (?)
Lalu nyiapin kapal dulu. Manasin
mesin dulu. Terus geret-geret kapalnya ke pinggir laut. Yalord, riweuh-nyooo.
[Jadi ngabayangin kaaan, padahal
tadi nggak mau ngebayangin]
***
Pulau seberang Friwen yang ku maksud
adalah, Nene Bago. Entah nama pantainya atau nama pulaunya. Di mbah gugel ra
ono rek. Pokoke di sana kami snorkeling. Gratis *evil laugh* ๐น๐น๐น
Nene Bago memiliki ragam coral dan
ikan yang geuliiiis pisaan, euy! Ini yang aku maksud baru di pinggir lautnya loooh,
belum di bawah lautnya. Nggak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Memang
setakjub itu.
Sayang ya ngeblur๐ (Dari kiri ke kanan: Suki, aku, Yuni, Wendy, Reno, Fajar, Kaka Insen, dan Alim) |
“Masih
nggak nyangka di Raja Ampat” ๐
Kayaknya setiap datang ke pulau baru di
Raja Ampat, aku selalu bilang gitu dalem hati.
Oiya, di depan Friwen ada salah satu
spot diving. Beberapa laman travel yang aku baca, salah satu yang terbaik dan juga
salah satu tujuan turis asing yang mau menikmati keindahan bawah laut di Raja Ampat. Namanya
Friwen wall, dibaca friwen wol.
***
Sore terakhir kami di Friwen, aku akhirnya puas liat
lumba-lumba dan ikan terbang muncul dari jembatan Friwen, sekaligus melihat senja terkahir di Friwen.
Lalu malamnya setelah kami makan malam
dan mandi akhirnya Rijal Indonesia (si warlok-able nya Friwen) bangun dari
tidur panjangnya. Aku bahkan baru sadar kalau dia ikut extend. Rijal tepar
seharian penuh, setelah goyang enak dan kasih slow-an semaleman suntuk.
Senja terakhirku di Friwen. Kapal-kapal yang aku tunjuk itu kapal Amerika |
Malam itu kami duduk rapih berjejer di
bangku dekat jembatan Friwen, sambil berbincang santai dan menghabiskan malam-malam
terakhir di Friwen.
Kamis,
25 Januari 2018
Agaknya di tanggal ini holiday time
banget deh.
Pagi hari setelah mandi (ngapain sih
Arum mandi mulu, heran sama diri sendiri), kami menunggu teman-teman extend tim
1 dan tim 2 yang mau mampir ke Friwen DENGAN KESOMBONGAN. Khususnya delegasi tim 2 yang lokasi dusun Warengkris-nya di tengah hutan, hehe. CIEEE LIAT PANTAI CIEEE ๐
Sambil menunggu kedua tim itu
merasakan keindahan pantai Friwen. Aku main pasir bareng Nur, Alex, sama duanya
lagi teh saha namina lupaaaa abdi (mau nulis aing tapi kata orang Sunda asli
kasar banget) wk.
***
“WELCOME TO PIAYNEMO”
ALHAMDULILLAAAAAH, setelah
perjalanan dari Friwen dengan ombak bergejolak yang cukup tinggi, serta angin
yang kencang sampai atap speedboat roboh, sampailah kami di Piaynemo. YEEEY...
Horeeee!
Wagelasih.
Kayak mimpi di siang bolong. Emang
masih siang waktu itu. Tapi nggak bolong. Ahelah bodo amat rum.
Welcome to PIAYNEMO, YIAY! |
Segelintir anggota tim sombong yang mendarah daging |
Presiden Indonesia yang pertama kali mengunjungi Piaynemo yaitu bapak Jokowi. Beliau belum
lama ini mampir juga. Viral banget kan foto beliau cari kecebong di Piaynemo, HEHE. Cuma aku agak kesel
lihat banyak bendera partai yang di pasang di sana. Partai Demokrat yang
mendominasi. Ganggu gitu loh. Kan lagi menikmati indahnya pemandangan, tapi
nggak banyak l0nth* nya~
Destinasi selanjutnya adalah PULAU
ARBOREK. Aku dan rombongan sekapal melanjutkan perjalanan menuju pulau Arborek.
Kalau kata Diana, kapal sama speedboat beda definisi ya khawan-khawan. Kapal itu kapal yang kayak kapal layar gitu, kalau speedboat tuh yang agak keren dikit dan jalannya lebih kenceng. Selama muterin
Raja Ampat kami menaiki speedboat, kalau yang waktu dari Waisai ke Friwen itu kapal
tapi pakai mesin, adalagi kapal yang pakai dayung sampan, banyak deh. Jadi bilangnya speedboat ya, bukan kapal. (iya-in aja tulisan Arum gausah netizen)
Arborek merupakan salah satu desa
wisata di Raja Ampat yang sudah dikelola sangat baik, ada plang sponsor besar
DIKELOLA OLEH BANG BE-EN-I. Berbeda dengan Friwen, Arborek desanya sudah
terkelola dengan sangat baik menurutku. Banyak homestay yang bertebaran dan
rumah warganya rapih.
Welcome to Arborek |
Suasana pulau, rapih di cat biru-biru gitu |
Aku tidak sempat snorkeling di
sini. Soalnya bayar alatnya. Jadi cukup menikmati keindahan pulaunya. Kata
temenku masih lebih bagus Nene Bago, tapi ada yang bilang bagus ikannya banyak
banget. Personal taste sih.
Suka merasa gagal jadi cewek |
Oiya, aku juga sempat dikirimin foto
telaga bintang sama Wendy. Waktu itu cuma speedboat yang ada mbak Achanya aja
yang ke telaga bintang. Bagus juga pemandangannya๐
Telaga bintang |
***
Cuaca di Friwen 2 hari itu kurang
bersahabat banget. Dua kali jemur baju nggak kering-kering, sampai malam
harinya setelah jalan-jalan ternyata baju kami sudah diangkat sama Elin.
Terharu banget ya Allah. Ah, seandainya temen-temen delegasi yang udah pulang
duluan juga merasakan sepinya Friwen setelah mereka pulang waktu itu ๐
Meninggalkan Friwen.
Aku nggak nyangka bakal ninggalin Friwen malem. Waktu
itu yang aku pikirin cuma satu. “Kapan
balik lagi ke sini?”
Jumat,
26 Januari 2018
Selama beberapa hari berikutnya di
Raja Ampat, aku dan teman-teman lainnya singgah di villanya mas Sandhi (CEO
Youcan). Karena kami rame-an banget ya, jadi penuuuh bingits (rasanya). Tapi
nikmat-nikmat aja, aku anaknya nggak suka mendustakan nikmat Tuhan. Nikmat
karena bareng teman-teman, makannya pun nasi bungkus yang lauknya sederhana
tapi enak, bahkan kebanyakan makannya ikan mulu.
Destinasi selanjutnya adalahhhh Saporkren
Bitch. Eh salah. Saporkren Beach. Di Saprokren bisa liat burung cendrawasih,
tapi harus bayar dulu gitu sih kalau mau liat, nanti diarahin sama warganya. Tapi
aku nggak kepengen liat, jadi aku nggak bayar. Haha ya Allah tulisan macam apa
ini
Waktu di Friwen ada seorang bapak
yang bilang, tarian burung cedrawasih itu ritmenya bikin sedih. Sebenarnya
penasaran sih mau liat. Kalau gratis mungkin aku liat
Saporkren kata mbak Acha tempat
INAVIS pertama dilaksanakan. Dari penginapan naik mobil kap terbuka, terus
sempet mobil kapnya nggak bisa nanjak gitu [Haha. Horor]. Di sepanjang perjalanan
kami disuguhi pemandangan hutan Waisai dan jalanan yang super sepi.
Saporkren dikelilingi hutan. AND yu
suld nouu dat, AKU LIAT BABIIIK! Babik babik nyebrang di depan mata. Kaget
nggak sih? Ternyata ada warga yang nyimpen babik di rumahnya. Banyak babik yang
lagi tidur waktu itu di bawah rumah, HAHAHA liat BABIIIIIK!!!! liat
BABIIIIIK!!!! ๐ท
Terus apalagi ya? Snorkeling,
foto-foto. Udah gitu doang. Aku cuma liat karang-karang gitu kebanyakan, terus
ada kayak sesuatu yang ngambang lurus-lurus. Bukan tahik bukan. Seneng aja bisa
renang-renang, meskipun nothing special sih. Yang spesial itu moment-nya. Ciaaaa. Timpuk aku. Timpuuk.
Yang special itu martabak
dikacangin, tapi kamu kalau ngacangin aku jadi nggak spesial(?) #apasih (diemin aja arumnya)
Di sana ada homestay lumayan nyaman menurutku.
Karena pemandangannya baguuus.
Tampak depan |
Yang lucu juga waktu itu tiba-tiba
ketemu Gerson. Waktu kemarin malam saat kami meninggalkan Friwen, Gerson bilang
gini.
“Kaka
kaka kenapa pulang malam ini? Padahal kalau sehari di sini lagi, aku mau
semalaman sama kaka nggak tidur meski besok sekolah”
dan yang lucu kalimat ini tiba-tiba
keluar dari mulutnya
“Ah. Aku
betee”
Terus dia tiduran di jembatan. Hiks ๐ญ Lucu tapi sediih.
Nah waktu ketemu di Saporkren,
Gerson sama ayahnya, Pak Kades, naik kapal. Kami panggil-panggil dia, dia cuma
senyum-senyum tapi nggak mau nengok dan nggak mau mendekat ke kami. Bahkan
waktu mau pulang pun dia juga nggak mau nengok meski kami sudah dadah-dadahin.
Perpisahan memang berat.
Radit, Kiko, Fajar, Sihar, me (kayak anak ilang) |
Wah emang masih kayak seumuran (?) ๐ |
Oia. Jadi waktu di hari itu, sebenarnya dibagi jadi 2 kloter. Kloter satunya lagi ke Wayag. Wayag itu versi besarnya dari Piaynemo. Bagus banget katanya. Wayag itu letaknya di Misool. Misool emang keren banget, bawah lautnya apalagi (katanya loh. Arum tuh emang sotoy gitu anaknya). Kalau mau tahu cerita tentang Wayag baca cerita temenku yuk, Yuni namanya. Linknya: Yuni the explorer: Trip to Wayag
Sabtu,
27 Januari 2018
Beberapa teman yang naik pesawat, pagi
itu pulang lebih dulu ke Sorong. Wendy juga pulang. Salah satu temenku yang
cukup setia bareng-bareng waktu extend :)
Dia sengaja pulang lebih dulu
karena mengejar kuliah hari senin katanya. Kaget waktu itu liat dia nangis pas
mau pulang, terharu banget ya ๐
Setelah beberapa teman pulang, kami bersyukur bisa bebas mandi tanpa antre. Tapi rasanya kayak kopong. Sepi. Serba salah ya kayak Raisa. Keramean salah,
kesepian juga salah.
Oia, karena Waisai itu ibukota
Kabupatennya Raja Ampat, makanya Waisai daerahnya sudah cukup maju dan
berkembang. Jalanan sudah beraspal, sudah ada jaringan internet kenceng, sudah ada
mobil dan motor berseliweran, dan juga masjid besar. Di sana banyak warga pendatangnya, karena
merupakan tempat transit kapal express dari Kota Sorong. Airnya juga bersih.
Udah pakai jet-pam gitu, kenceeeng.
Rumah seberang villa mas Sandhi udah
di-booking juga ternyata, atau entahlah, yang jelas beberapa teman ada yang
tidur di sana sejak kemarin. Dan...katanya boleh nyuci baju pakai mesin cuci!
Aku dan Yuni berniat untuk cuci baju waktu itu. Saat mau nyuci, udah gendong-gendong baju, eeh tiba-tiba
kami diajak pergi ke pulau Saonek. Si mamah yang punya rumah justru menyuruh
kami lekas pergi, katanya “biar saya saja
yang nyuci, pergi sudah”. Nggak enak sebenernya. Tapi sudah ditunggu sama
yang lain. Akhirnya kami tinggal. Hahaha. Emang kurangajar ya kita.
***
Kami sampai di pulau Saonek.
Jaraknya tidak terlalu jauh hanya beberapa
menit dari Waisai. Wagelaseh. Takjub banget. Kali ini bukan sama
pemandangannya. Tapi sama rumah-rumah penduduknya. Udah cukup maju, nggak jauh
beda dengan Arborek, tetapi yang ini lebih keren.
Dikutip dari beritatagar.id,
pulau ini merupakan pulau di mana kegiatan perdagangan dan keramaian pertama
kali dilakukan di Raja Ampat. Sebelum Papua Barat berkembang seperti sekarang.
Pertama kali aku dan beberapa teman extend tim 3 sampai di pulau Saonek, kami
langsung penasaran dan melakukan ‘pemetaan sosial’. Kami mengitari pulau
Saonek. Di Saonek sepertinya banyak warga pendatang yang beragama muslim.
Pasalnya di sana sudah berdiri masjid yang keren banget. Tidak jauh dari masjid, terdapat Puskesmas! OMG ini nih yang aku
cari-cari dari kemarin. Lanjut dari Puskesmas, ada kuburan orang China gitu,
lalu posyandu dan kantor Kepala Desa.
Hanya ingin menunjukkan kemegahan mesjid di Saonek. Abaikan 3 objek yang tidak berkepentingan |
Puskesmas di Pulau Saonek tampak depan |
Menurut koran online Republika, desa
Saonek diresmikan sebagai Desa Sadar Jaminan Sosial di Raja Ampat. Sekitar
bulan September tahun 2017, pulau ini resmi dinobatkan sebagai Desa Sadar
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang merepresentasikan wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan informasi yang aku dapat dari warga setempat, pak Kepala Desa di
Saonek berhasil membawa pulau ini menjadi juara 3 nasional BPJS Ketenagakerjaan,
dari 7.000 desa Indonesia!!!
Tidak jauh dari itu juga terdapat
gereja. Pulau ini boleh dikatakan bersih banget banget (menurutku), jika dibandingkan dengan
beberapa pulau lain yang telah aku kunjungi di Raja Ampat. Sehabis pemetaan sosial,
beberapa teman mencoba untuk melihat keindahan bawah laut pulau Saonek, tapi
sepertinya mereka salah spot deh ya. Karena katanya nggak ada apa-apanya gitu, padahal
kalau aku lihat di internet terumbu karang pulau Saonek bagus. Raja Ampat mana
sih yang nggak bagus?
Karena aku kurang tertarik untuk
ikut main air. Aku pamit mau ‘pemetaan sosial’
lagi, hehe. Nggak sih. Aku tiba-tiba pengen ngobrol dengan dokter setempat aja.
Karena aku lihat ada puskesmas, jadi aku menyimpulkan di sana juga ada dokter.
Aku awalnya muter-muter sekalian menikmati rumah penduduk dan hawa sore pulau
Saonek. Foto-foto anak-anak yang sedang mandi-mandi. Kemudian aku bertanya ke salah
seorang mamah yang sedang duduk di pinggir rumahnya.
“Mamah
permisi. Aku lagi muter-muter pulau ini mamah. Aku mau tanya, di sini ada
Puskesmas po? Apa ada dokter yang tinggal di sini?”
Mamahnya bingung kali ya, ini siapa sih bocah.
“Dokter?
Ooo ada” (Dijawab ramah banget!)
“Iya. Di
mana mamah rumahnya kalau boleh tahu?”
“Di
depan kantor Kepala Desa itu di sana”
“Dekat
Posyandu itu to?”
*si
mamah agak mikir dulu* “Oo iya betuul”
“Terima
kasih mamah”
Aku kemudian berjalan menuju rumah
si dokter. Awalnya agak ragu, tapi aku sedikit masa bodo gitu, karena aku
penasaran.
Akhirnya aku berhasil menemukan rumah si dokter. Sempat ada rasa nggak enak
gangguinnya, tapi kan hari Sabtu ya,
malem minggu lagi ๐
Di awal percakapan, aku mulai
memperkenalkan diri, lalu cerita kalau aku habis pengabdian di Raja Ampat.
Kemudian si dokter mulai memperkenalkan diri, alhamdulillah ia cukup ramah
menerima orang asing. Singkat cerita, dokternya berjenis kelamin perempuan, masih lajang, namanya Jenny, ku panggil saja dokter Jenny. Beliau ternyata penduduk asli Raja
Ampat. Ayahnya warga lokal yang menikah dengan ibunya yang keturunan orang
Jawa. Beliau baik gewla mau sharing panjang lebar denganku. Darinya aku
mengetahui bahwa:
Raja Ampat memiliki 19 Puskesmas dengan 4 orang dokter.
Empat orang meen! Kepulauan Raja Ampat kurang lebih
memiliki 110 desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja Ampat, jumlah penduduk di sana adalah 46.613 penduduk. Dilansir dari laman online Media Indonesia tahun 2017, WHO mematok rasio minimal satu dokter per 2.500-an penduduk. Kalau diitung jumlah ideal dokter di Raja Ampat adalah 19 orang. HOOO YA..YA..YA.. Harusnya tiap Puskesmas memiliki satu dokter ya?
Dokter Jenny cerita bahwa setiap bulan
beliau memiliki jadwal untuk memberikan pelayanan keliling di beberapa desa. Ia
juga menceritakan bahwa biasanya untuk pelayanan kesehatan rutin, ia
mempercayakan program-programnya dilakukan oleh tenaga kesehatan setempat
seperti bidan/perawat. Termasuk di Friwen. Ia
mengontrol program-program tersebut melalui telepon, jika si petugas kesehatan
ada masalah atau pertanyaan bisa di telepon terlebih dahulu. Programnya juga
mencakup program pos lansia, dan lain sebagainya.
Ia mengatakan kalau Friwen masih mending karena memiliki Pustu, ada beberapa pulau yang tidak memiliki Yankes sama sekali. Dokter Jenny menyayangkan kegiatan
kami yang tidak sempat sampai beritanya ke distrik Saonek. Padahal kalau dia tahu, ia bisa membantu, begitu katanya. Selain
itu, ia juga bisa memberi tahu apa saja yang dibutuhkan desa Friwen. Termasuk
saat itu adalah obat tetes mata. Ya, ngomong-ngomong obat tetes mata nih. Obat
ini dari Waisai memang udah nggak ada. Dokter Jenny bilang gitu, katanya ia nggak bisa
berbuat banyak.
Puskesmas Saonek, selain dokter Jenny terdapat beberapa tenaga kesehatan yaitu 1 orang tenaga kesehatan lingkungan, 1 orang perawat, 1
orang analis kesehatan, 1 orang tenaga laboratorium, 1 orang tenaga apoteker,
dan 7 orang bidan. Semua petugas kesehatannya masih lajang katanya, ia
bersyukur jadi mudah di-handle. Lalu aku berpikir kalau mereka menikah terus
pelayanannya masih berlanjut atau nggak yah? Di Raja Ampat juga ada tenaga dari
anak-anak Nusantara Sehat programnya Kemenkes, tapi tidak diberitahu jumlah
pastinya oleh dokter Jenny.
Porsi tenaga kesehatan ini menurutnya sudah cukup lengkap, mengingat Puskesmas Saonek mau menjalani proses akreditasi. Tinggal menunggu 1 tenaga lagi yang mau didatangkan. Dokter gigi ungkapnya.
Dokter Jenny cerita bahwa tadinya dia ingin pergi ke Friwen pada hari itu untuk memberikan pelayanan, tapi orang sana memintanya
untuk datang hari minggu saja (besoknya). Dia mengatakan mau mengecek anak-anak
yang kena infeksi mata juga nanti. Semoga beneran jadi ya dokter Jenny ๐ฃ
Hari itu, hari terakhirku di Raja
Ampat. Aku sempat merasakan wifi kenceng di sebuah cafe tak jauh dari villa.
Aku membeli minuman es mocha seharga 15 ribu, dan menghabiskan malam terakhir
di Waisai dengan memainkan UNO Stacko dengan beberapa teman extend tim 3 ๐๐
Minggu,
28 Januari 2018
Sorenya setelah packing baju dan
merapihkan semuanya kami menuju pelabuhan Waisai untuk segera pulang menuju
Sorong. Berpisah dengan Diana yang memiliki tekad yang bagus banget untuk bisa
berkuliah di UGM. Semoga terwujud, aamiinnn.
Good bye Raja Ampat.
Good bye kenangan.
Kami sampai di Sorong sore hampir Magrib.
Aku sudah janji mau bertemu dengan Tuwendy aka Wendy teman SMA yang
udah lama banget nggak bertemu. Setelah shalat magrib di Pelabuhan Sorong, aku
dan beberapa teman menuju keluar. Awalnya aku ragu gitu pisah dengan
teman-teman buat ketemu Wendy. Hehe.
Nggak nyangka malah ketemu di Sorong. Bersyukur banget ketemu Wendy saat itu, ia menceritakan banyak hal, dan
alasan mengapa ia bisa sampai di Sorong.
Setelah membeli oleh-oleh dan perlengkapan di
supermarket Sorong, aku ditraktir Wendy makan malam. Baik banget memang. Dulu
yang paling aku inget dari Wendy, dia suka tidur pakai musik instrumental di
kelas, katanya “Iya gua abis tidur di
Gramedia”. Haha๐
Setelah shalat isya aku diantar Wendy kembali ke
pelabuhan dan menunggu kapal merapat.
Senin,
29 Januari 2018
Dini hari kapal merapat. Aku sempat curi-curi tidur
lagi di bangku ruang tunggu pelabuhan. Ah, hari itu waktuku telah limit di
Papua Barat.
KM Labobar lebih besar dari KM Ciremai. Tapi aku
merasa hampa karena yang pulang bersamaku hanya segelintir sisa delegasi. Kami
menempati deck 5 labobar, dengan tempat tidur tingkat. Kapal ini lebih besar dan sebenarnya kalau dilihat sekilas lebih bersih dari KM Ciremai. Sekilas ya. Camkan baik-baik.
Di deck 7 kapal labobar banyak banget yang jualan makanan. Aku sebenernya punya firasat yang kurang baik
dengan kapal ini. Lebih mengerikan. Mungkin karena jumlah delegasi yang udah gak terlalu rame juga.
Aku tidur di samping mbak-mbak yang punya banyaaak
sekali makanan. Aku, Yuni, Alim, Bang Usep, Fajar, Ridwan, dan Reno kecipratan
makanannya. Kami memanggil si mbak, ibu kos. Karena beliau perhatian sekali
dengan kami.
Malam harinya kami sampai di Ternate.
Hanya merapat sebentar. Kami foto-foto di landmark I love Ternate, dan membeli
oleh-oleh khas Ternate, buah Kenari. Kotanya masih ramai, meski sudah malam
dini hari.
Selasa,
30 Januari 2018
Alhamdulillah siang sampailah kami
di Bitung. Ibu kos turun dan memberikan kami segala macam makanannya untuk
kami. Senang sekali. Ia juga membelikan kami asinan buah pala. Hehehe. Duh ibu,
jadi enak.
Setelah mengantarkan ibu kos bertemu keluarganya,
aku, Alim, Yuni, Ridwan ditraktir es krim sama bang Usep. Wah enaak nian. Lalu
kami naik angkot sedikit ke pasar dekat pelabuhan dan makan Tinutuan, makanan
khas Bitung, semacam bubur Manado.
Sehabis dari Bitung ini, kami pindah deck ke deck 3.
Sebenarnya lebih nyaman di deck 5. Tetapi ada berita yang kurang enak kalau 5
orang teman kehilangan handphone. HP mereka di cas, dan kejadiannya berlangsung
saat subuh๐
Malamnya kapal Transit di Amorang, namun kami tidak
bisa turun karena hanya merapat sebentar.
Rabu,
31 Januari 2018
Aku agak kurang nyaman dengan deck 3 Labobar. Banyak
kecoa. Kecoanya tuh kecoa kecil-kecil dan nggak ada habisnya. Tapi anehnya aku
tidurnya nyenyak๐
Tapi setiap habis shalat subuh biasanya aku suka
malas balik ke bawah, karena mushola ber-AC dan lebih nyaman. Setelah dari
Bitung kemarin, sudah tidak ada yang berjualan di deck 7. Jadi lowong banget
decknya.
Malam harinya kami sampai di
Pantoloan, surganya pisang dan durian. Aku dan teman-teman beli ikan bakar.
Lalu makan malam dengan lauk ikan bakar. Alhamdulillah akhirnyaa yaa makan enak
lagi. Makanan KM Labobar rasanya lebih nggak enak dari pada di Ceremai.
Sayurnya rasanya kayak basi gitu, ikannya juga. Nggak enak lah pokoknya.
Setelah pindah ke deck 3 aku hampir nggak pernah lagi menghabiskan sayuran di
makananku.
Setelah makan kami menghabiskan malam dengan melihat
gerhana bulan dari deck 7. Indah. Aku juga sembari video call dengan beberapa
delegasi yang alhamdulillah mereka sudah sampai rumah masing-masing. Waktu kami
baru naik kapal Labobar, mereka baru pada sampai Surabaya. Adalagi acara si Alim ngambek segala, wkwk kocyg.
Kamis,
1 Februari 2018
Paginya kami transit di Balikpapan. Sebelum makan
pagi, kami memutuskan untuk turun ke Balikpapan dan membeli sotong bakar.
Lagi-lagi bisa pesta makan enak :D
Terima kasih Pantoloan dan Balikpapan, tanpa tempat
itu aku mungkin kurang berselara buat makan makanan kapal Labobar.
Maskeran dulu kita sis |
Rasanya di hari terakhir sulit tidur nyenyak gitu entah kenapa.
Malahan makin geli sama kecoa-kecoa yang jalan. Udah gitu ternyata kecoanya
ada yang kecil bangeet kayak mikroba gitu, hiii. Geli. Kalian juga harus tau kalau kecoanya itu kebawa sampai Surabaya di tas aku ๐ท
Jumat,
2 Februari 2018
Siang hari sampai Surabayaaa. North
Quay I’m coming. ALHAMDULILLAHHHH. Lega bisa ninggalin deck penuh kecoa itu...
Setelah foto-foto bareng dan perpisahan yang tidak berlangsung lama (mungkin udah pada enek tidur bareng
kecoa-kecoa kecil dan ngeliat copet), satu per satu dari kami pun meninggalkan north quay.
Survivor kapal Labobar |
***
Akibat terlalu santai nggak beli
tiket kereta ke Jakarta. Wkwk. Aku kehabisan tiket. Disusul Ridwan dan Alim.
Kami nggak bisa langsung pulang. Oke. Yuni yang udah sejak di kapal merengek
karena kehabisan tiket, ternyata aku samiun, dan ikut ikutan merengek. Wkwkwk.
Akibat kejadian kehabisan tiket itu, kami mendadak sok ngide jalan-jalan malam di Surabaya. Akhirnya
Fajar menghubungi Rizal dan kami segera menuju kosan Rizal.
Malam yang tidak terduga ya, nyewa mobil di samping kosan Rizal, dan jalan-jalan dari Surabaya menuju.... Madura.
Rutenya kemarin begini Mirota -
Pasar Genteng - Jembatan Suramadu - masjid Agung Bangkalan - makan Syekh Kholil
- gang dolly (nggak ketemu gangnya, udah digusur juga) - monumen Surabaya (nggak jadi foto karena ada satpol PP).
Sebenarnya tiket tap-cash kami kosong
waktu itu, nggak ada yang punya saldo. Hampir aja nggak bisa masuk ke
Madura di tengah jalan tol jembatan Suramadu. Cukup nekat memang. Untungnya ada KTM UI aku. Berguna juga ya.
Agaknya di jalan-jalan malam ini kami kehabisan obat ya, jadi pada menggila.
In Frame: Yuni, Ridwan, Fajar, Alim, Bang Usep, Reno, dan Rizal
Sabtu,
3 Februari 2018
Pagi harinya kami kembali ke kosan
Rizal, setelah bermalam di lab ITS nya si Rizal. Fajar yang pertama balik duluan menuju
Purwokerto jam 9 pagi. Setelah Fajar pulang, aku dan Yuni memutuskan untuk
melanjutkan tidur di kosan Fida. Untung ada kosan Fida yang nggak ada
siapa-siapanya. Aku dan Yuni puas sekali tidur kosan Pida. Makasih yak pid
Bang Usep dan Reno flight ke Pontianak jam 5 sore. Setelah makan bebek di traktir Ratih yang tiba-tiba mengunjungiku. Aku, Ridwan, Yuni, dan Alim menuju Stasiun Surabaya Pasar Turi jam 9 malam. Ah, akhirnya pulang ya. Perjalanan yang sangat panjang.
Bang Usep dan Reno flight ke Pontianak jam 5 sore. Setelah makan bebek di traktir Ratih yang tiba-tiba mengunjungiku. Aku, Ridwan, Yuni, dan Alim menuju Stasiun Surabaya Pasar Turi jam 9 malam. Ah, akhirnya pulang ya. Perjalanan yang sangat panjang.
Bundadari ratih ๐ kami di kosan Fida |
Alim, Rizal, Ridwan, Yuni, dan Aku di Stasiun Pasar Turi. Saranghaeo Rizal ๐ |
Minggu,
4 Februari 2018
Arrival. Touchdown Jakarta.
Akhirnya melihat kembali ibukota. Melihat padatnya gedung-gedung Jakarta yang
terkadang buatku muak itu. Aku dijemput ibu dan bapak dari Stasiun Pasar Senen. Yuni
bersama aku sampai terminal Kampung Rambutan dan masih harus naik bus lagi
menuju Bandung. Alim dan Ridwan ke Bogor naik KRL bersama rombongan se-IPB
lainnya yang mendadak bertemu di stasiun Pasar Senen.
WHAT AN AMAZING EXPERIENCE! Alhamdulillahirobbil
alaminnn... Thanks to Allah, sudah memberiku kesehatan dan keselamatan selama perjalanan.
***
Tulisan ini mengakhiri perjalananku. Genap
sudah 20 hari ke dan dari Raja Ampat. Semoga tulisan pengalaman
yang bahasanya nggak karuan ini, dapat menghibur di manapun kalian berada.
Akhir kata, kurang
lebihnya mohon maaf. Wasalammualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.
Best regards,
No comments:
Post a Comment