Sebagai penikmat seni, aku senang
mengunjungi pameran. Biasanya aku mengunjungi pameran seni rupa yang isinya
patung, lukisan, foto, dan lain sebagainya. Dua tahun belakangan ini aku rutin mengunjungi
pameran Jakarta Biennale (kalau penasaran sama ulasan tentang pameran seni di
Jakarta Biennale bisa mampir ke akun tumblr-ku Jakarta Biennale 2015). Tahun 2017 kemarin aku juga ke Jakarta Biennale lagi, tapi aku lebih menikmati pameran tahun 2015.
Tanggal 5 Januari yang lalu,
sekaligus kali pertama aku jalan-jalan di awal tahun. Aku bersama Ecep dan Novi
jalan-jalan ke Museum Macan. Kalau mau tau informasi lebih rinci tentang Museum
Macan, harga tiket masuk, lokasi, waktu buka pameran, dan lain sebagainya,
kalian bisa lihat web Museum Macan. Aku sampai di lokasi siang hari, sekitar
jam 2 siang. Kami membeli tiket OTS seharga 40 ribu. Di dalam museum macan ada
banyak pameran dari seniman-seniman lokal maupun mancanegara. Aku merasa sangat
excited saat memasuki ruang pameran. Tempatnya bersih dan nyaman.
Suasana di dalam Museum Macan |
Namun ia
berhasil menyalurkan penyakitnya tersebut ke dalam bentuk karya seni yang
keren, ngehits, hingga antrian untuk foto di instalasinya tersebut
tumpeh-tumpeh. Aku hanya diperbolehkan berada di dalam instalasi selama 30
detik sendirian untuk mengambil foto. Di dalam instalasi tersebut terdapat
lampu bulat yang berwarna-warni, lampu-lampu tersebut berganti warna setiap
beberapa detik. Pengunjung yang ingin berfoto masuk ke dalam instalasi kemudian
berdiri di sebuah jembatan yang memiliki titik kuningnya sebagai pembatas.
Ternyata di sekeliling jembatan tersebut adalah genangan air. Dan titik
pembatas kuning itu merupakan ujung dari si jembatan tersebut. Unik sekali.
Lukisan dan karya seni yang
sangat ‘nyeni’ di pameran ini. Sangat berkelas. Lukisannya mayoritas abstrak,
sehingga kami berusaha pura-pura jadi penikmat seni yang expert. Pura-pura
menilai maksud dari lukisan tersebut.
Lukisan karya Raden Saleh menjadi pameran
yang pertama aku lihat. Inilah lukisan yang biasa aku lihat di buku seni rupa
SMP atau buku sejarah SMA.
Lukisan ini semacam gambar di
bangku SD atau SMP lalu diberi polesan huruf hijaiyah ya... haha 😆
Lukisan yang cukup menarik
perhatianku ini merupakan lukisan karya Arahmaiani, seniman dari Indonesia
tahun 60-an. Lukisan ini berjudul Lingga-Yoni yang menggambarkan suatu simbol
penciptaan dan regenerasi dalam agama Hindu – sebuah lingga berwarna merah dan yoni
berwarna hijau. Di dalam lukisan tersebut ada potongan aksara Arab dan Palawa
(aksara dari Jawa yang lahir karena pengaruh kebudayaan India pada abad ke-7).
Potongan aksara Aran berbunyi ‘alam adalah buku’ dan diikuti huruf pertama
abjad Arab. Sedangkan potongan aksara Palawa berisi potongan baris pertama dari
prasasti Jambu di Jawa Barat yang mengagungkan Sri Purnawarman, Raja
Tarumanegara (kerjaan Hindu di Jawa abad ke-5). Lukisan ini pertama kali
dipamerkan pada tahun 1994 di Rumah Seni Oncor dan diberi judul Sex, Coca-cola,
and Religion. Hahaha. Lalu lukisan ini menyebabkan kontroversi dan pecah pada
zamannya, sehingga pameran harus ditutup lebih awal. Lukisan ini sebenarnya
menggambarkan sejarah perdagangan dan asimilasi budaya di Indonesia, khususnya
di pulau Jawa. Lukisan ini juga mengambarkan adanya pengaruh Hindu, Animisme,
dan Islam.
Coba anda maknai sendiri maksud dari lukisan ini |
Pemandangan dari dalam Museum Macan |
Bahagia banget mbaknya 😅😅 |
Mbak noleh dong mbak |
Generasi melotot |
Ini keren banget globenya |
Nenen |
Kata-kata |
Ada lagi instalasi unik yang ada
gambar bendera beberapa negara. Sayang baterai kamera habis sehingga tidak
sempat mendokumentasikan. Setelah selesai melihat pameran, kami kemudian masuk
ke sebuah ruangan menggambar untuk anak. Lagi-lagi ruangannya unik dan keren
sekali. Di sana kami iseng-iseng mewarnai sebuah kertas yang dapat diikatkan di
kepala sambil ngobrol cantik.
Setelah puas melihat pameran dan
mewarnai, akhirnya kami pamit undur diri. Seperti awal berangkat, kami memesan
grabcar terlebih dahulu untuk dapat menuju stasiun Palmerah. Setelah itu kami
berpencar menuju rumah masing-masing.
Sekian,
No comments:
Post a Comment